Suara.com - Pandemi masih berlangsung, sebagian orang masih takut tertular Covid-19 saat bepergian dengan menggunakan pesawat. Ditambah sederet persyaratan terbang yang kadung dianggap rumit dan makin-makin membuat masyarakat was-was dan enggan bepergian.
Beberapa waktu lalu, Suara.com berkesempatan menjajal berbagai prosedur penerbangan menuju Bali bersama pimpinan Air Asia, INACA, dan PHRI.
Tujuan perjalanan adalah untuk mengkampanyekan 'Safe Travel' melihat dan merasakan protokol kesehatan di pesawat dan bandara, juga menengok kondisi terpuruknya Bali akibat pandemi Covid-19.
Tak harus swab test, cukup rapid test
Baca Juga: KPAI Buka Suara Terkait Kisruh Anjay dan Berita Hits Kesehatan Lainnya
Di awal, penumpang yang hendak bepergian dengan pesawat harus melampirkan keterangan sehat dari swab test. Tes yang pengambilan sampelnya melalui usapan di belakang hidung dan tenggorokkan.
Kini untuk bisa terbang, penumpang cukup melampirkan hasil rapid test tes tes cepat. Meski rapid test dianggap hanya sebagai skrining awal bukan diagnosis, metode tersebut dianggap sudah cukup untuk menjadi syarat sah terbang.
Adapun rapid test bisa dilakukan baik di rumah sakit, puskesmas hingga klinik. Rapid test bisa dilampirkan jika dilakukan selama 14 hari ke belakang. Sehingga surat rapid test bisa digunakan selama beberapa penerbangan.
Rapid test ini harus berbentuk hardcopy atau dicetak, untuk nanti di stempel oleh petugas bandara. Kisaran biaya rapid test juga sangat beragam mulai Rp 99 ribu hingga Rp 300 ribu.
Membeli tiket secara online
Mengurangi kontak fisik, pemesanan tiket pesawat kini lebih direkomendasikan secara online.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik, Depok Kembali Terapkan Jam Operasional Pusat Belanja
Begitupun dengan pembayaran menggunakan uang digital. Saat Suara.com menuju bandara menggunakan KA Bandara, pemesanan tiket juga dilakukan secara online. Dengan metode ini kita bisa memperediksi jadwal perjalanan dan tiba ke bandara tanpa hambatan.
Tepat pukul 06.00 WIB tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta, jika biasanya dari KA Bandara kita bisa langsung menaiki sky train, tapi selama pandemi ini sky train tidak beroperasi.
Alhasil, akses satu-satunya perpindahan antarterminal atau antartitik di bandara hanyalah shuttle bus. Karena penumpang yang tidak terlalu banyak, jumlah bus juga dioperasikan juga hanya beberapa. Beberapa tempat makan juga terlihat masih tutup.
Setelah menunggu sekitar 15 menit shuttle bus baru tiba mengantar penumpang ke semua terminal di bandara.
Sederet langkah validasi rapid test di bandara
Prosedur pertama yang dilalui setelah bagasi adalah pemeriksaan surat rapid test yang menunjukkan hasil tes non-reaktif SARS CoV 2 (virus yang menyebabkan sakit Covid-19). Kemudian oleh petugas bakal ditanya tujuan, atau gejala yang dirasakan.
Setelah dirasa aman, petugas akan membubuhkan cap dan tanda tangan persetujuan pernerbangan.
Setelah check in tiket, saat itu juga oleh petugas maskapai penumpang kembali diminta memperlihatkan hasil rapid test. Berlanjut ke pemeriksaan metal detektor dan pemeriksaan suhu, setelahnya dipersilahkan menuju ruang tunggu pesawat.
Nah, sesaat sebelum memasuki pesawat, sambil memeriksa tiket petugas juga akan kembali memeriksa suhu tubuh sebelum penerbangan.
Protokol kesehatan di dalam pesawat
Pemandangan pertama saat memasuki pesawat adalah petugas yang mengenakan masker dan face shield. Penumpang yang masuk juga diberi jeda 30 detik antarpenumpang untuk masuk pesawat.
Agar tidak terjadi penumpukkan, antrean masuk pesawat bakal diklasifikasikan berdasarkan tempat duduk. Mereka yang duduk di bagian dalam dekat jendela akan dipersilahkan masuk lebih dulu. Setelahnya baru mereka dengan posisi duduk dekat koridor akan menyusul.
Uniknya, berdasarkan aturan dari pemerintah pesawat hanya boleh mengangkut maksimal 75 persen dari kapasitas. Inilah yang membuat bagian kursi tengah dari 3 kursi di pesawat diminta untuk dikosongkan sekaligus untuk jaga jarak.
Di sisi lain penumpang selama perjalanan sama sekali tidak diperbolehkan melepas masker, kecuali untuk makan dan minum.
Diklaim aman berkat teknologi HEPA system
Mungkin kita berpikir selama berjam-jam di dalam pesawat akan berisiko menularkan Covid-19 ke semua penumpang.
Asumsi tersebut dibantah langsung CEO Rumah Sakit Medistra, Dr. Dini Handayani, MARS, FISQua. Ia mengatakan bahwa sejak 2005 lalu, pesawat sudah dilengkapi dengan teknologi High Efficiency Particulate Air (HEPA), sebuah teknologi yang diklaim mampu memfilter udara.
"Filter ini membersihkan udara dari virus, kuman, dan partikel penyakit lainnya. Jadi digunakan di Rumah Sakit dan pesawat. Di ruang operasi, HEPA filter bekerja tiap 5 menit. Sementara di pesawat tiap 3 menit HEPA mengeluarkan udara di dalam kabin, dan menggantinya dengan udara dari luar. Jadi 99,99 persen HEPA ini efektif mencegah penularan Covid di pesawat," ujar Dr. Dini di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Jumat (28/8/2020).
Pernyataan Dr. Dini diperkuat oleh hasil riset terbaru yang dikeluarkan Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang menemukan penularan Covid-19 kepada penumpang saat berada di kabin pesawat nyaris tidak ada.
"Riset MIT dilakukan sejak bulan Februari sampai awal Agustus kemarin. Hasilnya hanya 1 penumpang tertular Covid dari 4.300 penumpang penerbangan di Amerika Serikat yang disurvei. Artinya teknologi HEPA yang memfilter udara di kabin pesawat terbukti bekerja dengan baik," ungkap Dr. Dini.
Pembuktian terbang dengan pesawat juga semakin aman dijamin saat setelah dan sebelum penerbangan kata Dr. Dini pihak maskapai akan melakukan pembersihan tingkat tinggi. Di mana barang-barang yang pernah disentuh penumpang akan disemprot dengan disinfektan.
Ada juga, kata Dr. Dini, beberapa pesawat yang mensterilisasi pesawat dengan sinar UV setelah melakukan penerbangan, sehingga aman digunakan untuk penerbangan selanjutnya.
Pemeriksaan di bandara tujuan
Setelah tiba, jika sebelumnya penumpang bisa mengantre di koridor pesawat menunggu turun. Kini itu tidak bisa dilakukan untuk mencegah penularan dan protokol kesehatan.
Penumpang harus lebih sabar menunggu, biarkan penumpang di kursi paling depan yang turun lebih dulu. Satu penumpang diberi waktu 30 detik, sebelum penumpang lainnya keluar dari kursinya agar jaga jarak tetap berjalan.
Masuk ke dalam Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, sama seperti bandara-bandara lainnya kita akan langsung diperiksa Health Alert Card atau jika dalam bentuk digital dikenal dengan eHAC. Hal ini perlu untuk mentracking pelancong yang berasal dari zona merah Covid-19.
Untuk mempermudah, unduh aplikasi eHAC terlebih dahulu. Kita harus mengisi alamat tujuan, prediksi waktu tiba, nomor penerbangan, kursi di pesawat, dan asal keberangkatan. Setelah diisi barcode otomatis terbentuk untuk di scan oleh petugas.
Jangan lupa saat tiba juga tetap menyiapkan surat hasil rapid test, untuk dilihat petugas. Setelah semua aman, baru bisa melanjutkan perjalanan. Sayang beberapa tempat eHAC masih berbentuk kartu kuning atau manual, sehingga membentuk antrian di bandara yang justru malah meningkatkan risiko terpapar.
Catatan terakhir, selain barang-barang penting dan berharga tidak diletakkan di bagasi. Masker, hand sanitizer, tiket, KTP, dan surat rapid test harus selalu digenggam, jangan pernah memasukkannya ke dalam bagasi pesawat.