Pandemi Covid-19, Pemerintah Jepang Khawatir Angka Kelahiran Semakin Turun

Vania Rossa Suara.Com
Senin, 24 Agustus 2020 | 15:39 WIB
Pandemi Covid-19, Pemerintah Jepang Khawatir Angka Kelahiran Semakin Turun
Ilustrasi angka kelahiran. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketika banyak negara mengkhawatirkan kekacauan di berbagai sektor ekonomi, seperti lapangan kerja yang menurun dan angka pengangguran yang meningkat, akibat pandemi Covid-19, pemerintah Jepang memiliki kekhawatiran baru, yaitu angka kelahiran yang semakin turun.

Dilansir dari Japan Today, tahun lalu, angka kelahiran di Jepang turun hingga di bawah 900.000. Ini adalah yang pertama kalinya, dan membuat populasi pekerja di negeri sakura tersebut semakin menurun di saat pengeluaran jaminan sosial untuk menutupi biaya para pensiunan dan biaya kesehatan lansia meningkat karena tingginya populasi lansia.

"Beberapa survei yang dilakukan oleh sektor swasta bahkan memprediksi bahwa angka kelahiran akan menurun hingga di bawah 700.000 pada tahun depan akibat dampak virus corona,” ujar salah satu anggota Partai Liberal Demokrat, Masaji Matsuyama.

Jepang sendiri telah mendorong warganya untuk memiliki lebih banyak bayi, mulai dari membangun lebih banyak prasekolah untuk memfasilitasi para ibu pekerja dengan memberikan lebih banyak keuntungan bagi anak, serta mengurangi biaya pemeriksaan pra-kelahiran.

Baca Juga: Masalah Ekonomi Jadi Penyebab Utama Kasus Perceraian Selama Pandemi Corona

Menurut Matsuyama yang juga menjadi ketua LDP Policy Board di majelis tinggi, dibutuhkan 'aturan keras' untuk memotivasi anak muda Jepang untuk memiliki dan membesarkan anak.

Salah satu langkah yang diminta Matsuyama adalah menyediakan minimal 1 juta yen untuk setiap anak yang lahir, yang merupakan salah satu dari sekumpulan proposal yang disusun pada bulan April oleh dewan yang bertugas menangkal penurunan angka kelahiran.

Sementara itu, Makiko Nakamuro, seorang profesor di Keio University Tokyo, mengatakan bahwa pemerintah harus membalikkan cara berpikir mereka, dan mulai mengalokasikan lebih banyak budget bagi pendidikan dan anak-anak jika ingin meningkatkan angka kelahiran.

"Berdasarkan data dari Organization for Economic Cooperation and Development, proporsi pengeluaran Jepang untuk pendidikan umum ada di tingkat terendah di antara negara maju lain,” ujar Nakamuro di interview terpisah.

“Pemerintah juga seharusnya meningkatkan angka prasekolah di Jepang,” tambahnya.

Baca Juga: Rencana Mendaki Gunung? Begini Protokol Kesehatan yang Wajib Dilakukan!

Menurut Nakamuro, sekitar 20 tahun yang lalu, prasekolah dapat membantu keluarga yang berpendapatan rendah.

"Biaya prasekolah ditentukan berdasarkan pendapatan orang tuanya,” kata dia,

Sementara itu, kabinet telah menyetujui pedoman kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kelahiran dan menyerukan penyediaan lebih banyak dana publik untuk perawatan kesuburan bagi orang-orang yang akan menikah.

Pedoman kebijakan ini juga akan meningkatkan nilai tunjangan bagi para ayah yang mengambil cuti untuk mengurus anak mereka dan lebih banyak keuntungan bagi anak.

Meskipun begitu, para birokrat skeptis apakah negara dapat mengamankan keuangan mereka untuk menerapkan langkah-langkah tersebut di tengah pandemi Covid-19 ini, yang faktanya telah memberikan pukulan telak bagi kas negara.

Untuk perkiraan populasi Jepang ke depannya, sebuah lembaga pemerintah memperkirakan bahwa jumlah populasi Jepang pada 2053 mendatang akan menurun menjadi di bawah 100 juta, dan mencapai 88,08 juta saja pada 2065 di mana orang-orang berumur 65 tahun atau lebih menjadi 38,4 persen dari populasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI