Hadapi Perubahan Iklim, Petani Kolaborasikan Kearifan Lokal dan Teknologi

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 20 Agustus 2020 | 03:05 WIB
Hadapi Perubahan Iklim, Petani Kolaborasikan Kearifan Lokal dan Teknologi
Ilustrasi perubahan iklim. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perubahan iklim mengancam petani di Indonesia. Oleh karena itu, butuh strategi jitu untuk bisa mengalahkannya.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan penerapan kombinasi kearifan lokal dan kemajuan teknologi dapat membantu petani mempertahankan produksi saat menghadapi dampak perubahan iklim.

"Kombinasi kearifan lokal diperkuat teknologi, itu bagus sekali. BMKG pastikan memasok info cuaca dan petani bisa mengantisipasi," katanya saat webinar Program Kampung Iklim Untuk Membangun Kemandirian Pangan Masyarakat di Sekitar Hutan oleh Universitas Brawijaya diakses dari Jakarta, Rabu (19/8/2020).

Menurut dia, kisaran suhu udara pada masa praindustri mengalami kenaikan sistemik, melompat dalam 30 tahun terakhir. Hal itu, ciri-ciri terjadi perubahan suhu udara.

Baca Juga: Gerakan Satu Rumah Satu Padasan Cegah COVID-19, Pakai Metode Kearifan Lokal

"Itu fakta dan berbasis data. Dan kenaikan air laut diukur benar oleh instansi terkait. Itu juga fakta," ujar dia.

Fakta lain dari perubahan iklim, katanya, adanya kejadian ekstrem, baik hujan maupun iklim, seperti kekeringan ekstrem.

Terkait dengan kejadian itu semua, ia menegaskan berbasis data.

Dalam 15 tahun terakhir terjadi peningkatan sekitar 30 ppm sehingga mengakibatkan suhu naik dan curah hujan meningkat dalam kondisi ekstrem yang semakin sering terjadi.

Pohon yang ditebang menghilangkan hijau daun yang berfungsi penyerap karbon dioksida (CO2) justru hilang, sehingga menyebabkan gas tersebut menjadi liar di udara.

Baca Juga: Maksimalkan Sumber Daya Alam, Bantul Kembangkan Usaha Produksi Garam

Praktik pertanian pun, menurut Dwikorita, juga menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK), termasuk persawahan yang menggunakan pupuk, kotoran sapi yang melepaskan gas metan, ranting pohon yang dipangkas ikut melepaskan emisi sehingga memang bervariasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI