Suara.com - Wakil Presiden Republik Indonesia Ma'ruf Amin menyoroti berbagai alasan para ibu tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya, atau mereka yang memutuskan menghentikan pemberian ASI.
"Proses menyusui adalah alami, tapi proses pelaksanannya tidak selalu mudah. Bahkan ibu mengeluh ASI-nya tidak keluar, sehingga memutuskan untuk berhenti memberikan ASI," ujar Ma'ruf Amin dalam webinar yang merayakan Pekan Menyusui 2020, Rabu (12/8/2020).
Alasan lain, para ibu menghentikan pemberian ASI karena kesibukannya bekerja. Lantas, mencarikan makanan pengganti untuk bayinya, yakni susu formula.
Inilah yang disayangkan, karena jaminan pemberian ASI sudah diberikan negara, tertuang dalam Undang-Undang 36 Tahun 2009 Pasal 129, termasuk Peraturan Menteri Kesehatan 2012. Salah satunya keharusan perusahan tempat bekerja menyediakan ruang laktasi untuk ibu menyusui.
Baca Juga: Miris, 50 Persen Lebih Anak Indonesia Tak Dapat ASI Eksklusif
"Seharusnya hal tersebut tidak menjadikan halangan bagi ibu untuk terus menyusui," paparnya.
"Justru yang diperlukan oleh ibu adalah dukungan dari suami, keluarga, dan lingkungan tempatnya bekerja agar tetap memberikan ASI kepada anaknya," sambungnya.
Selain peran suami dan keluarga, kehadiran konselor menyusui yang proaktif juga menurut Ma'ruf perlu dihadirkan. Hal ini agar edukasi tentang ASI kepada ibu maupun keluarga tersampaikan dan terserap dengan baik.
"Konseling menyusui dapat membantu ibu membangun kepercayaan diri sambil menghormati keadaan dan pilihan masing-masing. Konseling dapat memberdayakan perempuan untuk mengatasi tantangan dan mencegah praktik pemberian makan yang dapat memganggu kesehatan bayi," jelasnya.
Konselor sendiri bisa hadir dari seorang profesional, konselor laktasi, komunitas yang ada di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas.
Baca Juga: Hamil Lagi Saat Anak Masih Minum ASI? Begini Tipsnya!
"Melalui kunjungan rumah atau program di komunitas, baik secara langsung atau secara virtual selama pandemi," tutupnya.