Suara.com - Pertanian menjadi salah satu sektor yang kembali dilirik saat pandemi Covid-19. Bahkan, warga di sebuah kampung di Yogyakarta gotong-royong membangun sistem pertanian perkotaan di desa.
Dilansir ANTARA, warga Kampung Blunyahrejo, Kota Yogyakarta, memanfaatkan lahan kosong yang berada di tepi Sungai Buntung sebagai lahan pertanian produktif untuk pemberdayaan masyarakat melalui pertanian perkotaan dalam program Kampung Markisa.
"Pada awalnya, kami ingin membentuk Kampung Hijau. Tetapi, karena ada pandemi Covid-19, ide tersebut kemudian bergeser untuk pemenuhan ketahanan pangan masyarakat yang kemudian diwujudkan dalam Kampung Markisa," kata Ketua Rukun Kampung Blunyahrejo, Pratito di Yogyakarta, Selasa (4/8/2020).
Masyarakat di kampung tersebut kemudian memanfaatkan lahan yang cukup luas, sekitar 4.375 meter persegi, milik tiga orang warga sebagai lahan pertanian yang kemudian ditanami berbagai sayur mayur seperti bayam, kangkung, sawi, tomat, terung, cabai, mentimun, pare, dan markisa, serta sejumlah kolam lele cendol.
Baca Juga: Rekomendasi Restoran di Yogyakarta dengan Suasana Outdoor nan Ikonik
Bagi warga Kampung Blunyahrejo, Kampung Markisa juga memiliki makna yang mengandung kekuatan dan harapan warga yaitu, mari kita bersatu, mari kita bersama dan mari kita bisa.
"Persiapan untuk memanfaatkan lahan kosong sudah dilakukan sejak Februari, dan sejumlah sayur mayur tersebut mulai ditanam pada April setelah kami memperoleh bantuan bibit dan baru kali ini, kami bisa panen perdana," katanya.
Seluruh hasil pertanian tersebut akan dijual, baik dalam bentuk sayuran segar maupun makanan olahan karena kebetulan ada sejumlah warung makan yang ada di sekitar lokasi yang membutuhkan stok sayuran segar.
Sedangkan salah satu makanan olahan yang menjadi produk unggulan kampung tersebut adalah keripik dari daun sawi dakota.
Selain untuk pertanian, di lokasi tersebut juga dimanfaatkan untuk pengolahan pupuk kompos, hingga area jemparingan (panahan tradisional khas Yogyakarta) dan gantangan untuk kontes burung berkicau.
Baca Juga: Berkawan Bahaya, Ini Kisah Warga yang Nekat Tinggal di Jalur Erupsi Merapi
"Harapannya, citra kampung yang semula negatif karena banyak remaja putus sekolah, narkotika atau klitih bisa semakin berkurang," katanya.