Punya track record jelas
Jabatan profesor bukanlah ecek-ecek, sehingga tidak bisa tiba-tiba diberikan kepada seseorang. Kecuali, kata Prof. Agus, ia masuk kriteria profesor honoris causa atau gelar yang diberikan sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa, pemikiran, hingga karya inovasi yang memajukan ilmu pengetahuan berkembang pesat.
"Nggak bisa ujug-ujug masuk (sebagai profesor), kecuali dia honoris causa (gelar kehormatan atas jasa-jasa). Jadi dia melalui jalur dari bawah dan track recordnya ketahuan dari sumber," paparnya.
Sedangkan berdasarkan UU No 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, universitas, institut, atau sekolah tinggi dapat diangkat profesor jika bergelar doktor.
Baca Juga: Deretan Kontroversi Anji yang Buat Warganet Murka
Ini karena profesor merupakan pemegang jabatan tertinggi di bidang pendidikan, dan punya kemampuan membimbing calon doktor atau mahasiswa S3.
Itulah mengapa jabatan profesor tidaklah mudah, selain wajib menulis buku hingga karya ilmiah, ia juga harus mampu mencerdaskan masyarakat dengan bidang keilmuwannya.
Tidak sembarang orang bisa mengajukan diri sebagai profesor
Mengingat terdaftar di pangkalan data Kemristek Dikti, maka surat keputusan (SK) pengangkatan ia sebagai profesor juga diberikan langsung atas nama presiden, tapi bisa diwakilkan melalui Kemenristek Dikti atau jika dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) maka ia bergelar profesor riset.
"Kalau di LIPI, di profesor riset ada, jadi setahu saya dua itu, dari litbang terutama itu profesor riset," imbuh Prof. Agus.
Baca Juga: Klaim Temukan Obat Covid-19, Hadi Pranoto Angkat Bicara Soal Gelar Profesor
Sementara itu, pastinya jabatan profesor tidak bisa mengajukan seorang diri seperti gelar pendidikan S1, S2, hingga S3. Mengingat sifatnya pengajaran, maka ia harus diajukan universitas maupun rekan peneliti atau sesama doktor bidang keilmuwan.