'Berkah rejeki dan kesehatan'
Usai upacara dan tradisi Seumuleung, sang Raja yang menggunakan kemeja kuning berlengan panjang, lengkap dengan topi bermotif Aceh turun dari balai acara, ditemani dua orang lainnya yang mengapit, di tangannya tertenteng sebilah pedang bersarung.
Perlahan ketiganya berjalan menaiki anak tangga untuk berziarah ke komplek makam Sulthan Alaiddin Riayat Syah.
Di komplek makam yang berada di atas bukit, sehelai bendera berwarna merah yang mulai memudar terlukis bulan dan pedang.
Baca Juga: Tradisi Lima Abad di Aceh Setiap Idul Adha: Peumenab dan Seumeuleng
Bendera inilah yang dulunya digunakan dalam masa kejayaan Kesultanan Aceh yang terkenal se-Asia Tenggara karena keberhasilan dalam memerangi musuh-musuhnya.
Raja Saifullah, membasuh muka dan mencuci kepala dengan air, ketika hendak memasuki area makam untuk berdoa. Setiap pelayat yang hendak masuk ke dalam area makam pun diharuskan untuk berwudu.
Dalam kompleks ini terdapat 10 makam, setiap batu nisan dari makam tersebut diikat dengan kain putih, sementara tanah sudah ditutupi dengan batu koral putih.
Di area makam ini banyak pelayat sengaja membawa bayi mereka untuk dimandikan karena air tersebut dipercaya bisa memberi kesehatan.
Warga Aceh Jaya, Fajri, mengatakan sudah beberapa kali datang ke tempat ini ketika lebaran Idul Adha untuk berziarah ke makam. Selain itu, melepas nazar anak karena sakit dan ingin memandikannya dengan air kuali tanah di tempat ziarah.
Baca Juga: Tradisi Grebeg Besar Lamuk Legok di Gunung Sumbing
"Sudah menjadi dan tradisi kepercayaan warga di sini untuk dimandikan, tergantung juga dengan nazar masing - masing warga di sini. Kalau saya, ibunya yang bernazar ingin anak sembuh dengan dimandikan di tempat Poteu Meureuhom," kata Fajri.