Tahun ini, upacara adat cukup digelar di sebuah balai kayu di ujung sebelah timur gedung putih yang biasanya jadi tempat penyelenggaraan tradisi.
Menjelang puncak upacara penyuapan raja, dua tudung kuning dan satu tudung biru yang berisikan makanan beserta dengan lauknya yang berasal dari darat maupun laut, dibuka.
Lalu tetua upacara adat menyuapi raja sebanyak satu kali.
Warga yang semula tertib menunggu di bawah, seketika memenuhi balai tempat acara. Beberapa orang di antaranya sembari menggendong bayi.
Baca Juga: Tradisi Lima Abad di Aceh Setiap Idul Adha: Peumenab dan Seumeuleng
Tujuannya hanya untuk dua hal. Pertama mendapatkan sisa nasi dari hasil suapan yang diyakini membawa rezeki, kedua menuggu giliran dililitkan kain putih di kepala yang diyakini memberikan kesehatan.
Seorang pengunjung yang rela datang dari Kota Banda Aceh, Marlina, mengatakan niatnya datang ialah untuk melepaskan nazar, karena sering mengalami sakit pada bagian kepala.
Ia ingin sembuh dengan mengikuti tradisi setelah melihat tetangganya sembuh usai bernazar yang sama.
"Sering sakit kepala, jadi hajatnya (nazar) ke sini makanya dililitin kain putih tadi, ada orang kampung yang bilang cobalah bernazar ke Poe Teumurhom gitu, ya udah kami bernazar ke sini tahu-tahunya sembuh, makanya balik lagi ke sini," kata Marlina.
Marlina, menjelaskan bahwa ia datang ditemani anggota keluarganya, mereka berangkat sejak pagi dan baru tiba pada siang hari. Menanti dililitkan kain putih dari tetua keturunan raja saja, setelah itu pulang ke Banda Aceh.
Baca Juga: Tradisi Grebeg Besar Lamuk Legok di Gunung Sumbing
"Langsung pulang, nanti ziarah ajak keluarga dulu, kalau ke atas iya ke atas, kalau tidak, langsung pulang, karena pulangnya jauh kali ke Banda Aceh, jadi lama kali sampai ke sana," jelas Marlina.