Suara.com - Kasus Gilang yang mengais gambar dan video 'bungkus' dan ramai dibicarakan di media sosial dianggap dapat menjadi sebuh pelajaran masyarakat Indonesia.
Dikutip Suara.com dari Antara, psikolog klinis dewasa, Nirmala Ika menyarankan agar masyarakat tidak gegabah memberi label pada seseorang tanpa ada pemeriksaan klinis dari pakar yang kompeten.
"Jangan memberikan pelabelan ketika kita tidak benar-benar memahami apa yang terjadi, perlu pemeriksaan oleh orang-orang yang kompeten dengan persoalan tersebut sehingga dapat diberikan treatment yang tepat untuk orang tersebut," ujar Nirmala.
Menurut dia, memberi label-- seperti pada kasus Gilang yang disebut memiliki fetish disorder, tanpa mengetahui kondisinya, sama saja dengan melakukan perundungan.
Baca Juga: Gilang Dirga : Ada Apa dengan Namaku dan Bungkus?
Ini bisa berdampak pada sosok yang diberi label, termasuk membuat dia berperilaku semakin buruk.
"Itu jelas memberikan dampak kepada orang yang bersangkutan dan kadang seringkali malah membuat dia 'makin buruk' karena merasa marah dan tidak dipahami," kata dia.
Dari sudut pandang korban, Nirmala menilai pentingnya para korban mendapatkan penanganan dari orang-orang yang kompeten di bidangnya mengingat hal ini bukan pengalaman yang mudah.
"Jangan berikan stigma juga kepada mereka. Karena kita cenderung suka memberikan stigma pada orang lain misalnya pada korban pemerkosaan bahkan yang pada pasien COVID-19, yang kalau dipikir-pikir siapa sih yang mau mengalami itu semua," tutur Nirmala.
Terakhir, Nirmala menekankan, terlepas dari Gilang melakukan fetish atau bukan, seharusnya kasus ini bisa membantu masyarakat melihat kekerasan seksual memiliki bentuk yang beragam seperti eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kehamilan dan pemaksaan kontrasepsi.
Baca Juga: Kasus Fetish Kain Jarik, Gilang Pernah Diarak Warga karena Mesum
Hanya saja, menurut dia, jenis kekerasan seksual belum dibahas di undang-undang negara.
"Kekerasan seksual bentuknya bukan pemerkosaan saja, ada bentuk-bentuk lain yang belum dibahas di UU negara kita yang sudah ada, itu sebabnya RUU PKS penting sekali untuk dikaji dan disahkan," demikian kata Nirmala.
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hingga kini masih diwarnai kontroversi di kalangan masyarakat dan tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ada pendapat RUU ini berpotensi bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan agama, definisi kekerasan seksual hingga cakupannya dianggap berperspektif liberal.
Di sisi lain, ada pendapat yang mengatakan RUU PKS perlu segara disahkan karena korban kekerasan seksual masih sulit memperoleh perlindungan dalam berbagai aspek.