Suara.com - Peneliti di Inggris berhasil menemukan lokasi asal bebatuan yang digunakan untuk membangun monumen Stonehenge. Dari mana?
Peneliti dari Universitas Brighton mengatakan, monumen berusia 5.000 tahun itu dibuat bukan menggunakan bebatuan asli daerah tersebut, melainkan berasal dari kawasan Hutan Barat di Wiltshire.
Dilansir New York Post, penemuan itu diumumkan para peneliti pada Rabu (29/7/2020), setelah menggunakan pengujian Geokimia untuk melacak asal-usul batu-batu raksasa itu.
Batu sarsen diperkirakan telah berdiri di monumen Stonehenge pada 2500 sebelum masehi. Batu tertinggi mencapai 30 kaki dengan berat hingga 30 ton.
Baca Juga: Arkeolog Temukan Monumen Zaman Neolitikum Usia 4.500 Tahun Dekat Stonehenge
Dalam penemuan itu, peneliti juga mengatakan salah satu batu yakni batu biru Stonehenge yang berukuran lebih kecil, memiliki asal muasal berbeda.
Setelah ditelusuri, batuan itu berasal dari Pembrokeshire di Wales, sekitar 150 mil dari monumen.
"Batu-batu sarnsen membentuk lingkaran inokin dan tapal kuda trilithon sentral di Stonehenge. Mereka luar biasa," kata David Nash, ahli geomorfologi Universitas Brighton yang memimpin penelitian ini.
Setelah mengetahui asal-usul batu raksasa itu, para peneliti akan berusaha memahami bagaimana benda purba itu bisa berpindah Wiltshire ke Stonehenge.
"Bagaimana mereka dipindahkan ke situs masih benar-benar menjadi subjek spekulasi," kata Nash.
Baca Juga: 5 Fakta Stonehenge, Monumen Batu yang Masih Diselimuti Misteri
"Mengingat ukuran batunya, mereka pasti diseret atau dipindahkan dengan roller ke Stonehenge. Kami tidak tahu rute yang tepat, tetapi setidaknya kami sekarang memiliki titik awal dan titik akhir," tambahnya lagi.
Penemuan Nash dan timnya didasarkan pada analisis fragmen batu sarsen yang dicabut dari Stonehenge pada akhir 1950-an selama upaya konservasi.
Potongan diekstraksi ketika konservator memasang batang logam untuk menstabilkan megalit yang retak.
Fragmen itu pada awalnya diberikan sebagai suvenir kepada Robert Phillips, seorang pria yang bekerja untuk perusahaan yang melakukan upaya stabilisasi.
Phillips membawa batu itu bersamanya ketika dia beremigrasi ke AS. Dia kemudian mengembalikan batu itu ke Inggris untuk penelitian pada tahun 2018, sebelum meninggal awal tahun ini.
Dengan otoritas yang melarang pengujian destruktif di situs Stonehenge, suvenir lama itu adalah contoh penting bagi para peneliti.
Potongan batu itu memberi mereka kesempatan untuk membentuk sidik jari geokimia sarsen.
"Saya harap apa yang kita temukan akan memungkinkan orang untuk memahami lebih banyak tentang upaya besar yang terlibat dalam membangun Stonehenge," tandas Nash.