Suara.com - Pandemi Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran di dalam masyarakat mengenai ketersediaan dan ketahanan pangan di Indonesia.
Hal tersebut diutarakan oleh Dosen Food Technology Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L), Rayyane Mazaya Syifa Insani, M.FSc melalui siaran tertulis yang diterima Suara.com, Senin (27/7/2020).
Menurut Insani, pandemi yang berkepanjangan telah menyebabkan gangguan logistik global.
"Di Indonesia sendiri, dan juga negara lain yang memiliki tingkat ekonomi serupa atau di bawah Indonesia, masalah akses pangan yang timbul umumnya dipengaruhi penghasilan masyarakat yang tidak memadai, bahkan sekedar untuk membeli pangan pokok," kata Insani.
Baca Juga: Dorong Gerakan Ketahanan Pangan, Sutedjo Canangkan GEMPAR
Seperti yang telah dilansir oleh organisasi dunia seperti Food and Agriculture Organization (FAO), International Food Policy Research Institute (IFPRI) dan United Nation (UN), pandemi Covid-19 dapat memunculkan krisis pangan baru yang mempengaruhi ketahanan pangan suatu negara, terutama negara miskin dan berkembang.
"Banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19, menyumbang andil pada menurunnya ketahanan pangan sampai masyarakat harus bergantung pada bantuan pangan dari pemerintah."
Berdasarkan data yang dirilis oleh Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, ada kenaikan harga pangan yang bergantung impor, misalnya gula yang terindikasi naik harga per Februari 2020 namun sudah menurun kembali per Juni 2020.
Kenaikan harga juga terjadi pada bawang merah dan bawang bombay, namun saat ini sudah menurun kembali. Di samping itu, pandemi ini juga berdampak pada kehidupan petani di Indonesia.
Lalu apa yang bisa dilakukan masyarakat agar dapat turut andil dalam menjaga ketahanan pangan?
Baca Juga: Menilik Konsep Ketahanan Pangan Ala Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Insani mengatakan, masyarakat dapat membantu menjaga keseimbangan permintaan dan suplai bahan pangan dengan tidak melakukan panic buying.