Suara.com - Ada yang berbeda saat Giovanny memutuskan untuk pergi menginap bersama keluarganya di salah satu hotel Bogor, Jawa Barat.
Laki-laki bernama lengkap Giovanny Kiara Hapsari mesti mempersiapkan perlengkapan ekstra saat ingin menginap di masa pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ia mengaku membawa selimut sendiri, dan mencucinya begitu tiba di rumah. Hal itu dilakukannya untuk meminimalisir risiko penularan virus corona yang hingga saat ini kasusnya masih terus meningkat.
Baca Juga: Curhat Komika Abdur Arsyad dan Warga Kangen Makan di Restoran
Wajar saja, hingga Minggu, (28/6/2020), kasus positif virus corona di Indonesia memang telah mencapai 52.812.
Namun, sejak pelonggaran PSBB pada awal Juni 2020, industri hotel dan restoran perlahan mulai menggeliat kembali. Hal itu salah satunya dirasakan oleh General Manager Hotel Luminor Jakarta Abdun Natsir.
"Juni so far sudah mulai ada peningkatan. Mungkin karena kebijakan Pemda mulai longgar dengan ada transisi PSBB, bus pun sudah mulai masuk. Sudah mulai ada peningkatan walaupun belum signifikan. Masih kecil. Restoran sudah buka tapi hanya a la carte sama sekali nggak buka buffet. Kalau Spa mungkin sampai akhir tahun kita nggak buka dulu," ucapnya kepada Suara.com panjang lebar, Rabu (24/6/2020)..
Meski bisnis hotel memang tidak ditutup secara total, namun dampak pandemi itu juga tetap dirasakan oleh para pebisnis hotel dan juga restoran.
"Kita hotel enggak tutup dari awal pandemi, tapi beberapa fasilitas kita tutup seperti restoran dan Spa," tambahnya.
Baca Juga: Ngakak! Saking Miripnya, Sirup di Restoran Ini Sering Dikira Hand Sanitizer
Geliat Industri Hotel dan Restoran di Masa New Normal
Ia mengungkapkan, omset yang turun tak main-main. Mencapai 80 hingga 90 persen dari sebelum pandemi.
Penurunan itu terjadi sejak akhir Maret dengan jumlah tamu yang memesan kamar hanya sekitar 10-15 kamar per hari.
Hal serupa juga dialami oleh Muhammad Zain, salah satu pemilik kedai kopi Si Cangkir Coffee. Ia sempat menutup usahanya selama 1,5 bulan pada awal masa PSBB.
Diakuinya, dampak yang ia rasakan cukup besar. Penurunan pengunjung selama masa pandemi tentu juga berujung pada penurunan omset atau pendapatan.
"Biasa kita dikenal sebagai tempat anak nongkrong, sekarang nongkrong kan nggak boleh. Biasa kapasitas untuk 80 orang, sekarang nggak nyampe 40 orang," jelasnya saat berbincang dengan Suara.com.
Hal yang sama dirasakan oleh Kristanto Yudo, Penanggung Jawab Operasional RM Datuk Padang Pancoran. Penurunan pengunjung menyebabkan anjloknya pendapatan hingga 70 persen dari biasanya.
"Kalau dirata-rata, biasanya tuh Rp 7-8 juta per hari. Semenjak ada corona paling parah tuh sampai Rp 1-1,5 juta," katanya.
Lain lagi dengan Sofyan Nurozi, pemilik Warteg Kharisma Bahari Siaga yang merasakan dampak lebih serius dan luar biasa.
Diakuinya, usahanya mengalami masa sulit berjuang untuk tetap menggaji karyawan, menyewa tempat, hingga menyetor pengganti modal ke bank.
Baik Hotel Luminor, Kedai Si Cangkir Coffee, hingga Warteg Wisma bahari. Secara umum, paling tidak di DKI Jakarta, anjloknya pendapatan juga dirasakan oleh semua pengusaha hotel dan restoran.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Krishandi.
"Waktu Maret, April, Mei sampai awal Juni, kita bicara hunian, sudah tidak ada persentase. Semua sudah di bawah 10 persen. Saat awal Juni ini, setelah semua dilonggarkan mulai meningkat. Namun dalam kondisi seperti ini masih harga spesial," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Krishandi, kepada Suara.com, Kamis (25/6/2020).
Menurutnya, rata-rata kenaikan omset para pengusaha hotel masih berkisar belasan persen. Hal itu disebabkan masih sedikitnya wisatawan yang datang dari luar Jakarta.
"Walaupun sudah dua digit, tapi rata-rata masih di bawah 30 persen. Sekitar belasan persen. Jadi kalau bicara untuk overhead, jelas belum cukup," ucapnya.
Hal yang sama juga dialami pebisnis restoran. Apalagi, terdapat aturan yang mewajibkan restoran membatasi jumlah pengunjung hingga setengahnya. Kondisi ini tentu berdampak pada pemasukan dari tempat makan tersebut.
Selanjutnya: Wajib Protokol Kesehatan dan Denda bagi Pelanggar ...
Wajib Jalankan Protokol hingga Denda Bagi yang Melanggar
Tamu hotel di DKI Jakarta memang tidak pembatasan usia selama pandemi Covid-19. Meski begitu, secara umum para pengunjung wajib menerapkan protokol dasar yang telah ditetapkan.
"Kalau pengunjung hotel nggak ada batasan. Dalam artian mau usianya di atas 60 tahun, anaknya di bawah 5 tahun, itu kan keluarga dia, dia yang bawa. Jadi nggak ada masalah," kata Krishandi.
Berdasarkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh PHRI Pusat disebutkan bahwa keluarga yang memang tinggal satu rumah, diperbolehkan duduk bersama di area hotel atau restoran asalkan tetap memakai masker dan hanya dilepas saat makan dan minum.
Selain itu pihak hotel harus memeriksa dan mencatat suhu tubuh tamu yang datang. Jika suhu tubuh di atas 37,3 derajat celcius, maka tamu disarankan untuk segera mencari perawatan medis dan mendapatkan izin medis sebelum diizinkan untuk check-in.
Jika suhu tubuh normal, maka sebelum check in, tamu diwajibkan mengisi formulir pendaftaran dan deklarasi perjalanan.
Pengecekan suhu itu juga berlaku bagi seluruh karyawan hotel dan restoran setiap kali baru datang untuk bekerja.
"Ketika suhu tubuhnya 37.3 yang disyaratkan, masih dibolehkan duduk sebentar. Karena mungkin habis jalan sehingga suhu tubuhnya naik. Tapi kalau sudah dikasih duduk sebentar dia tidak menunjukan gejala turun, karena kalau Covid-19 atau demam beneran dia gak akan langsung turun, itu kita tolak. Paling kita kasih dia rekomendasi rumah sakit terdekat," papar Krishadi.
Ia juga mengatakan bahwa jumlah pengunjung hotel dan restoran di Jakarta berangsur meningkat walaupun belum normal. Menurut Krishadi, hotel akan kembali ramai ketika orang tidak lagi takut untuk bepergian.
"Harapan kita sih secepatnya, bulan Juli sudah kembali normal. Tapi mungkin belum seekstrem itu. Prediksi dari beberapa pakar, kalau kondisi Jakarta bisa dipertahankan seperti sekarang, R0 di bawah 1, berarti Jakarta membaik. Tinggal teman-teman dari kota lain seberapa jauh membaik dan berani datang ke Jakarta," tuturnya penuh harap.
Ia juga mengharapkan, September nanti kegiatan pariwisata sudah kembali normal seperti sedia kala. Terpenting, Krishadi mengingatkan, setiap tamu selalu menerapkan protokol kesehatan yang ditetapkan.
Denda bagi yang Melanggar
Selain terus mensosialisasikan pedoman dan peraturan yang dibuat, ada juga sanksi bagi hotel dan restoran yang melanggar. Bahkan, sudah ada sejumlah hotel dan restoran yang didenda lantaran melanggar protokol kesehatan.
"Sudah ada yang kena. Ada hotel yang didenda Rp 25 juta dan sebagainya. Restoran juga didenda Rp 5 juta. Ya sudah kenapa melanggar, kita nggak akan membela," ucap Krishandi.
Menurutnya, dengan penerapan sanksi berupa denda bisa membuat pengelola hotel dan restoran jera dalam melanggar protokol kesehatan.
"Tentu cukup pusing juga bagi pengusaha yang cost gak jalan, eh kena denda. Tapi salah sendiri kenapa protokol dilanggar," katanya.
Padahal protokol kesehatan yang disusun merupakan hasil kesepakatan seluruh anggota PHRI, kata Krishandi. Aturan yang dibuat merupakan adaptasi dari protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan.
Seperti menyiapkan tempat cuci tangan atau hand sanitizer sebelum masuk hotel dan restoran, memakai masker, juga menjaga jarak.
Krishadi menyampaikan bahwa protokol kesehatan dibuat dengan pakta integritas yang ditandatangani setiap General Manager hotel juga restoran. Kemudian aturan tertulis bagi karyawan juga pengunjung ditempelkan pada bagian resepsionis.
"Ada SOP apa yang mau diperiksa petugas, mereka sudah tahu. Jadi jangan main-main dengan ini. Sampai sejauh ini saya belum lihat kenakalan. Kalaupun ada anggota yang nakal, dia yang didenda, dia yang harus ditutup. Karena kita kan sudah sepakat untuk laksanakan, karena jangan sampai ulah satu atau dua hotel dan restoran nanti dampaknya, ini kan bicara kota, kalau angka Covid-19 naik lagi, PSBB lagi, kita rugi bersama," ujarnya panjang lebar.
Selanjutnya: Bayang Gelombang Kedua Pandemi Covid-19
Bayang Gelombang Kedua Pandemi Covid-19
Terlepas dari seluruh protokol dan juga sanksi yang diberikan, ahli epidemiologi masih tetap mengkhawatirkan pembukaan sejumlah industri tidak terkecuali hotel dan restoran.
Menurut pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr Syahrizal Syarif, MPH, PhD, sebaiknya pembukaan dilakukan bertahap sambil terus mengevaluasi dampaknya.
Ada anggapan bahwa dibukanya kembali hotel dan restoran bisa memicu gelombang kedua atau kluster penularan baru. Meski demikian, Syahrizal menyebut kedua usaha tersebut relatif lebih mudah dikendalikan.
"Hotel dan restoran dibuka, sudah bagus mereka melakukan protokol kesehatan. Tapi banyak juga tempat seperti pasar tradisional yang agak susah dan kurang baik (penerapannya). Hotel dan restoran tidak sesusah pasar tradisional," jelasnya kepada Suara.com, baru-baru ini.
Masalah faktor kasus impor, misalnya tamu hotel dari luar negeri, juga tak perlu terlalu dikhawatirkan. Pasalnya, lanjut Syahrizal, Indonesia masih menutup akses penerbangan dari luar negeri.
Ditambah lagi dengan tingginya kasus serta penanganan wabah yang masih kurang baik, Syahrizal yakin banyak negara yang tidak akan memperbolehkan warga negaranya datang ke Indonesia.
Syahrizal menyebut satu hal yang masih menjadi ancaman nyata bagi para pelaku usaha, khususnya hotel dan restoran, adalah keberadaan kasus tanpa gejala.
Bahaya Orang Tanpa Gejala
Kasus tanpa gejala berbeda dengan orang tanpa gejala (OTG). Menurut penjelasan Syahrizal, kasus tanpa gejala adalah adanya orang positif Covid-19 yang tak menunjukkan gejala.
Sementara OTG adalah orang yang kontak erat dengan pasien positif, seperti tenaga kesehatan atau orang dari zona merah bepergian ke tempat lain.
"Nah orang-orang ini yang kalau pergi ke hotel, restoran, tidak menggunakan masker, tidak mengikuti protokol kesehatan, mereka bisa menularkan pada lingkungannya yang rentan," kata Syahrizal.
Ia menyebut tak masalah hotel dan restoran kembali dibuka, namun tentu tetap harus melakukan protokol kesehatan di tempat usaha mereka.
Seiring pembukaan tempat usaha, Syahrizal juga berharap diikuti dengan peningkatan pemeriksaan rapid test maupun PCR secara masif.
"Kita ini masih dianggap kurang di Indonesia. Penanganan wabah ini nggak boleh sepotong-sepotong," imbuh Syahrizal lagi.
Ia berharap semoga situasi cepat membaik, dan hal itu hanya bisa dilakukan apabila kita semua betul-betul sadar bahwa kita masih berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.
Yakni berada dalam situasi yang belum mencapai puncak, yang artinya jumlah orang sakit di masyarakat yang belum diketahui masih banyak, ditambah dengan pemeriksaan spesimen yang belum maksimal.
"Itu artinya kalau kita mau buka sekarang ini ya harus protokol kesehatannya harus ekstra hati hati. Nanti sayang kalau misalnya kemudian dengan dibukanya itu malah berkontribusi meningkatkan wabah, ya sayang. Kita semua tambah lama selesainya," pungkasnya.
(Tim Liputan: Dini Afrianti Efendi, Frieda Isyana Putri, Lilis Varwati)