Geliat Hotel dan Restoran di Balik Bayang Gelombang Kedua Pandemi Covid-19

Senin, 29 Juni 2020 | 07:05 WIB
Geliat Hotel dan Restoran di Balik Bayang Gelombang Kedua Pandemi Covid-19
Ilustrasi Hotel saat pandemi Covid-19. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Bayang Gelombang Kedua Pandemi Covid-19

Terlepas dari seluruh protokol dan juga sanksi yang diberikan, ahli epidemiologi masih tetap mengkhawatirkan pembukaan sejumlah industri tidak terkecuali hotel dan restoran

Menurut pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr Syahrizal Syarif, MPH, PhD, sebaiknya pembukaan dilakukan bertahap sambil terus mengevaluasi dampaknya.

Ilustrasi virus corona, covid-19. (Pexels/@Anna Nandhu Kumar)
Ilustrasi virus corona, covid-19. (Pexels/@Anna Nandhu Kumar)

Ada anggapan bahwa dibukanya kembali hotel dan restoran bisa memicu gelombang kedua atau kluster penularan baru. Meski demikian, Syahrizal menyebut kedua usaha tersebut relatif lebih mudah dikendalikan.

Baca Juga: Curhat Komika Abdur Arsyad dan Warga Kangen Makan di Restoran

"Hotel dan restoran dibuka, sudah bagus mereka melakukan protokol kesehatan. Tapi banyak juga tempat seperti pasar tradisional yang agak susah dan kurang baik (penerapannya). Hotel dan restoran tidak sesusah pasar tradisional," jelasnya kepada Suara.com, baru-baru ini.

Masalah faktor kasus impor, misalnya tamu hotel dari luar negeri, juga tak perlu terlalu dikhawatirkan. Pasalnya, lanjut Syahrizal, Indonesia masih menutup akses penerbangan dari luar negeri.

Ditambah lagi dengan tingginya kasus serta penanganan wabah yang masih kurang baik, Syahrizal yakin banyak negara yang tidak akan memperbolehkan warga negaranya datang ke Indonesia.

Syahrizal menyebut satu hal yang masih menjadi ancaman nyata bagi para pelaku usaha, khususnya hotel dan restoran, adalah keberadaan kasus tanpa gejala.

Bahaya Orang Tanpa Gejala

Baca Juga: Ngakak! Saking Miripnya, Sirup di Restoran Ini Sering Dikira Hand Sanitizer

Kasus tanpa gejala berbeda dengan orang tanpa gejala (OTG). Menurut penjelasan Syahrizal, kasus tanpa gejala adalah adanya orang positif Covid-19 yang tak menunjukkan gejala.

Sementara OTG adalah orang yang kontak erat dengan pasien positif, seperti tenaga kesehatan atau orang dari zona merah bepergian ke tempat lain.

"Nah orang-orang ini yang kalau pergi ke hotel, restoran, tidak menggunakan masker, tidak mengikuti protokol kesehatan, mereka bisa menularkan pada lingkungannya yang rentan," kata Syahrizal.

Ilustrasi virus Corona Covid-19. (Shutterstock)
Ilustrasi virus Corona Covid-19. (Shutterstock)

Ia menyebut tak masalah hotel dan restoran kembali dibuka, namun tentu tetap harus melakukan protokol kesehatan di tempat usaha mereka.

Seiring pembukaan tempat usaha, Syahrizal juga berharap diikuti dengan peningkatan pemeriksaan rapid test maupun PCR secara masif.

"Kita ini masih dianggap kurang di Indonesia. Penanganan wabah ini nggak boleh sepotong-sepotong," imbuh Syahrizal lagi.

Ia berharap semoga situasi cepat membaik, dan hal itu hanya bisa dilakukan apabila kita semua betul-betul sadar bahwa kita masih berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.

Yakni berada dalam situasi yang belum mencapai puncak, yang artinya jumlah orang sakit di masyarakat yang belum diketahui masih banyak, ditambah dengan pemeriksaan spesimen yang belum maksimal.

"Itu artinya kalau kita mau buka sekarang ini ya harus protokol kesehatannya harus ekstra hati hati. Nanti sayang kalau misalnya kemudian dengan dibukanya itu malah berkontribusi meningkatkan wabah, ya sayang. Kita semua tambah lama selesainya," pungkasnya.

(Tim Liputan: Dini Afrianti Efendi, Frieda Isyana Putri, Lilis Varwati)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI