Suara.com - Sabtu 20 Juni 2020 adalah hari di mana banyak tempat wisata di kawasan Jabodetabek kembali dibuka untuk umum. Tempat wisata seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Kebun Binatang Ragunan, hingga Taman Impian Jaya Ancol kembali buka setelah tiga bulan lamanya dipaksa tutup akibat pandemi Covid-19.
Tiga bulan juga, masyarakat Indonesia harus melakukan banyak kegiatan dari rumah mulai dari bekerja di rumah hingga belajar dari rumah.
Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga membuat ruang gerak masyarakat mengerucut. Mal dan restoran tutup, pasar lebih sepi dari biasanya dan pertokoan memiliki jam operasional yang singkat.
Maka satu hal yang paling lumrah di dengar saat ini--selain rasa ngeri karena Covid-19 adalah rasa bosan karena terpaksa di rumah aja.
Baca Juga: Liputan Khas: New Normal, Warga Antusias Mal Dibuka Hari Ini
Liburan, wisata, traveling, jalan-jalan atau apa pun namanya, harus ditunda dan dibatalkan. Padahal menurut studi dari Cornell University pada 2014 lalu ditemukan, merencanakan bepergian dapat meningkatkan kebahagiaan lebih tinggi daripada membeli barang.
Pun dikatakan oleh psikolog Irene Raflesia, MPSi bahwa jalan-jalan dapat menawarkan sejumlah manfaat bagi perkembangan diri.
"Melalui traveling , kita dapat memberikan waktu bagi tubuh dan benak kita untuk beristirahat dari kesibukan sehari-hari. Selain itu, traveling memungkinkan kita untuk mempelajari budaya baru serta berinteraksi dengan orang dari ragam latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini juga membantu kita untuk berpikiran lebih terbuka dan fleksibel terhadap berbagai situasi. Berbagi pengalaman travelling kepada teman-teman dan kerabat pun juga memberikan kita kesempatan untuk mengakrabkan diri dengan orang sekitar kita. Tentunya hal ini juga membawa efek positif bagi kesehatan mental kita," kata Irene kepada Suara.com beberapa waktu lalu.
Tiga Bulan di Rumah Aja, Warga Rindu Liburan
Haikal (16), siswa kelas 1 SMA, mengaku sangat ingin liburan meski hanya sekadar jalan-jalan bersama para sepupunya. "Tapi sayang karena pandemi sudah tiga bulan lamanya saya tidak bisa pergi berlibur," ungkap Haikal beberapa waktu lalu kepada Suara.com.
Baca Juga: LIPUTAN KHAS: Tercekik Polusi Udara, Pembunuh Tak Kasat Mata di Ibu Kota
Sama rindunya dengan Haikal, Siska (26) seorang pekerja swasta di Jakarta juga merasakan hal yang sama.
Sebelum pandemi, paling sedikit sebulan sekali Siska dan keluarga pergi makan ke restoran di luar kota hanya untuk menikmati kebersamaan bersama keluarga saat hari libur.
Wisata pantai jadi tempat yang paling dirindukan Siska dan Haikal, selain bisa merasakan semilir angin berhembus, suara deburan ombak dan pasir putih bisa juga dipercaya dapat menentramkan jiwa dan pikiran.
"Pengen banget sih ke pantai sama keluarga pengen banget, sebelum pandemi sudah direncanain tapi harus ditunda," aku Siska.
"Ke pantai, main air," sahut Haikal.
Mengaku bosan terus menerus beraktifitas termasuk belajar di rumah, Haikal mengaku akan langsung mengiyakan ajakan untuk liburan apabila tempat wisata sudah dibuka dikondisi new normal, terlebih jika waktunya bertepatan saat libur sekolah.
"Tergantung, kalau misalkan pas masuk sekolah bagaimana. Nggak takut (corona), kalau diajak liburan ayo aja," kata Haikal bersemangat.
Berbeda dengan Haikal, Siska lebih memilih menunda liburan bersama keluarga lantaran masih khawatir kasus Covid-19 yang angkanya masih terus meningkat. Ia juga mengkhawatirkan orang yang berlibur pulang ke rumah berisiko membawa virus ke lingkungan sekitarnya.
Kekhawatiran Siska beralasan, tapi adakah dampak dari menunda dan membatalkan liburan secara psikologis?
Selanjutnya, dampak penundaan liburan dan jaminan rasa aman dari pengelola tempat wisata...
Kata Irene, dari sisi psikologis, sebetulnya dampak penundaan traveling bisa bervariasi tergantung dari cara seseorang untuk menghadapi stres yang mereka alami.
"Ada yang menerima hal ini sebagai konsekuensi situasi pandemi sehingga tidak merasa tertekan, ada pula yang kemudian menjadi stres. Terus menerus menyesali rencana yang tertunda dapat membuat kita menjadi lebih stres dengan situasi pandemi yang kita hadapi saat ini," katanya,
Dalam kondisi pandemi seperti ini, Irene menyarankan masyarakat untuk mengelola stres dengan cara yang lebih positif.
"Bersedih akibat perjalanan yang batal tentu saja boleh, namun terus menerus menyesali keadaan pada akhirnya tidak akan membantu diri kita merasa lebih baik."
Traveling saat pandemi, kata Irene, jauh lebih berpotensi menimbulkan kecemasan ketimbang merencanakan perjalanan tersebut.
Tempat Wisata Harus Berikan Jaminan Rasa Aman dan Nyaman
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menjadi salah satu kawasan wisata populer yang kembali dibuka untuk umum pada Sabtu, 20 Juni 2020 lalu.
Tak tanggung-tanggung, TMII mendapat bantuan dari Palang Merah Indonesia (PMI) dan 60 unit mobil pemadam kebakaran untuk dikerahkan menyemprot cairan disinfektan ke seluruh area seluas 150 hektare tersebut.
"Secara berkala juga tetap disemprot disinfektan, karena baru-baru ini kita dibantu oleh PMI, dan kemudan hari kamis kemarin dari dinas pemadam kebakaran, ada 60-an unit yang semprot taman mini," ujar Kepala Humas TMII Sahda Silalahi dihubungi Suara.com, Jumat (19/6/2020).
Sahda menegaskan setiap pengunjung yang datang ke TMII diwajibkan memakai masker. Jika tidak, maka pengunjung tidak akan diperbolehkan masuk ke area TMII.
TMII juga lebih menyarankan untuk reservasi tiket secara online, sehingga metode pembayaran bayar tunai bisa diminimalisir. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah paparan langsung dari uang tunai yang bisa menjadi medium penyebaran infeksi Covid-19.
"Kita anjurkan tetap cashless beli tiket online, kalaupun seandainya tidak tahu beli tiket online, masih tetap kita layani, setelah transaksi tetap cuci tangan," papar Sahda.
Bagaimana dengan prosedur kebersihan saat pertama kali masuk?
Kata Sahda, mobil atau motor pengunjung akan disemprot disinfektan saat masuk area TMII. Semua pengunjung juga akan diukur suhu tubuhnya. Jika kedapatan memiliki suhu tubuh lebih dari 37,5 derajat, maka pengunjung yang bersangkutan akan diarahkan ke klinik.
Melalui tiketing yang terus dipantau, TMII juga memastikan hanya menerima pengunjung maksimal 20 ribu orang. Jumlah ini merupakan 50 persen lebih sedikit dari kapasitas kunjungan TMII yaitu sebanyak 40 ribu pengunjung. Pembatasan pengunjung ini juga berlaku di berbagai unit wisata lain di area TMII termasuk museum, anjungan dan wahana wisata.
TMII sendiri hanya membuka dua pintu masuk, yaitu pintu 1 seberang RS Moh Ridwan Meuraksa dan pintu 3 yaitu di Jalan Raya Mabes Hankam.
Lain TMII lain pula protokol kesehatan di Taman Impian Jaya Ancol. Meski aturan dasarnya jelas yaitu dibuka hanya untuk wisatawan ber-KTP Jakarta, membeli tiket online dan wajib memakai masker, Taman Impian Jaya Ancol juga tidak memperkenankan anak di bawah usia lima tahun untuk berkunjung.
Di sisi lain, pengelola tempat wisata juga mengaku masih sangat berhati-hati. Ditemui Suara.com di kawasan Pantai Lagoon, Department Head of Corporate Communication Taman Impian Jaya Ancol Rika Lestari mengatakan semua yang pihaknya lakukan, telah ditimbang penuh kehati-hatian.
"Sebetulnya kita ini masih dalam PSBB transisi, jadi kita betul-betul melakukan pembukaan ini harus sangat hati-hati terutama untuk kesehatan. Masih betul-betul kita melihat seperti apa pengunjung bisa menaati aturan-aturan yang diterapkan," kata Rika.
Sebagai bentuk tanggungjawab, baik TMII maupun kawasan wisata Ancol, sama tidak membuka seluruh unit wisata yang rawan menjadi 'sarang' lokasi infeksi Covid-19, seperti kolam renang.
Di TMII dua kolam renang umum yang ada di dalamnya belum dibuka yaitu kolam renang Snow Bay Water Park, kolam renang Sendang Sejodo di Istana Anak.
Pun dengan unit wisata Ancol, Atlantis Water Adventure. Pihak Ancol juga melarang pengunjung untuk berenang atau sekadar main air. Sepanjang pantai Ancol dibuat pembatas agar pengunjung bisa menerapkan aturan jarak sosial.
Untuk memudahkan sosialisasi dan imbauan mengenai Covid-19, Ancol bahkan membuat slogan khusus yaitu #SSBB Ancol atau Senang Selamat Bareng Bareng. Lewat slogan tersebut, setidaknya ada enam aturan rinci yang akan diterapkan Ancol untuk dipatuhi calon pengunjung.
Enam aturan tersebut adalah pembatasan wisatawan hanya 50 persen dari kapasitas, tiket yang dijual online, wajib menerapkan protokol kesehatan, unit wisata yang dibuka bertahap, jam operasional yang berbeda, hingga imbauan membawa makan dan alat ibadah sendiri.
Selanjutnya, hal yang harus diperhatikan jika nekat tetap ingin liburan...
Kata Pakar Jika Warga Tetap Nekat Ingin Liburan
Meski pihak pengelola tempat wisata telah menerapkan segala rupa aturan guna mencegah penyebaran virus corona penyebab sakit Covid-19, kendali besar tetap ada pada masyarakat dan calon pengunjung.
Kata Psikolog Irene, pandemi adalah hal yang di luar kendali manusia, dan cara terbaik yang bisa dilakukan untuk melewati situasi saat ini adalah dengan tinggal di rumah.
"Tentu kita berharap pandemi ini dapat segera berlalu dan sampai saat itu tiba, sebisa mungkin kita menghindari tempat umum agar tidak terkena wabah virus ini. Dalam kondisi kita harus harus bepergian ke tempat umum, pastikan untuk tetap menjalankan beberapa strategi," kata Irene.
Strategi yang Irene maksud adalah selalu membawa new normal starter kit seperti hand sanitizer, tisu basah, tisu kering, perlengkapan makan pribadi, perlengkapan ibadah, masker cadangan, kantong untuk menyimpan masker yang telah dipakai, tumbler, dan semprotan disinfektan mini.
Selain itu, menggantu masker kain yang telah digunakan sekitar empat jam juga penting. "Jangan lupa masukkan masker kain ini ke kantong sebelum menyimpan di dalam tas."
Di sisi lain, Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta DR. Dr. Erlina Burhan, M. Sc, Sp.P mengatakan upaya pencegahan infeksi virus corona harus selalu dilaksanakan karena pandemi belum selesai.
Meski tempat wisata itu telah dibuka, menurut Erlina, sebaiknya bepergian dengan alasan berlibur menjadi prioritas terakhir masyarakat.
"Wisata itu menjadi prioritas terakhir. Saya mengimbau masyarakat karena wisata itu identik dengan keramaian. Tempat orang bersenang-senang, berkumpul, makan-makan bareng di restoran. Kecuali tata cara pencegahan dilaksanakan," katanya saat dihubungi Suara.com beberapa waktu lalu.
Jika dirasa belum mampu untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan di tempat umum, Erlina menyarankan, sebaiknya mengurangi aktivitas di luar rumah. Sebab yang harus selalu diingat bahwa Covid-19 merupakan penyakit yang mudah menular.
"Kalau baru aja mau turun (jumlah kasus) tiba-tiba kedisplinan masyarakat tidak ketat, gak akan habis-habis ini. Dan ingat ini penyakit menular. Apa pun yang mau dikerjakan, paling penting protokol kesehatan diberlakukan dan diimplementasikan. Jangan hanya di atas kertas. Di lapangan harus ada yang mengawasi bahwa itu diberlakukan," tambah Erlina.