Suara.com - Pemerintah telah menetapkan adaptasi kehidupan baru (AKB) atau new normal di tengah pandemi Covid-19, salah satunya dengan membuka kembali penerbangan pesawat.
Meski pun penerapan protokol kesehatan terus digalakkan kepada publik, aktivitas di bandara dirasa tetap rentan terjadinya penularan virus karena banyaknya orang dari berbagai wilayah.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan Indonesia (PERDOSPI) menyampaikan bahwa penerapan new normal berarti adaptasi terhadap ketidaknormalan.
Kehidupan masyarakat juga harus dibentuk secara sistematis untuk mendekati normal namun dengan pembatasan secara ketat terkait risiko penularan virus Covid-19.
Baca Juga: Ribut Keluarga Krisdayanti, Netizen Bandingkan Raul Lemos Dengan Da Kyung
"Sosialisasi yang komprehensif dan terukur merupakan cara paling efektif dalam melibatkan partisipasi masyarakat pengguna jasa penerbangan, sehingga saat mereka menggunakan moda transportasi ini sudah siap diri dan tidak gagap," kata Ketua Perdoski Dr. dr. Wawan Mulyawan, SpBS(K), SpKP, AAK melalui keterangan tertulis yang diterima suara.com, Senin (8/6/2020).
Menurut Wawan, penerbangan termasuk industri jasa dengan investasi strategis dan menjadi bisnis paling awal mengalami dampak akibat pandemi Covid-19.
Karenanya dalam penerapan new normal perlu dilakukan upaya yang terorganisir, sistematis, dan terukur agar tak terjadi penularan kasus baru.
Rekomendasi Perdoski, katanya, pemerintah pusat harus jadi pengendali utama dalam pengawasan kekarantinaan dan kebijakan skrining kesehatan calon penumpang pesawat komersial.
Menurut Wawan, skrining mandiri yang cukup efektif dengan biaya lebih terjangkau seperti rapid test antigen Covid-19 bisa lebih dulu dilakukan.
Baca Juga: Profesor Klaim Hanya 10 Persen Pasien Covid-19 Bisa Kembangkan Antibodi
"Untuk bandara-bandara di daerah tertentu yang dianggap belum bisa melaksanakan skrining, dapat diberikan kelonggaran terkait skrining kesehatan penumpang pesawat, yang harus berdasarkan kebijakan pusat yang terlebih dahulu berkonsultasi dengan pemerintah daerah," ucapnya.
Selain itu, Perdospi juga merekomendasikan agar seluruh dokumen skrining kesehatan calon penumpang diselesaikan di luar proses check in dengan memaksimalkan teknologi internet sebagai sarana pengumpulan dokumen tersebut atau saat pembelian tiket.
Tujuannya agar tidak terjadi penumpukan orang atau kerumunan saat check in. Terkait jaga jarak penting dilakukan secara ketat di bandara, kata Wawan.
Perdospi meminta penyelenggara bandara menyediakan desain interior yang lebih ramah terhadap konsep jaga jarak dan memaksimalkan sistem non-kontak dalam berbagai proses check in dan boarding.
"Demikian juga hand sanitizer gel, lebih disarankan dibanding menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun karena kepraktisannya, selalu tersedia di berbagai tempat di bandara," tambah Wawan.
Sedangkan penggunaan masker, selama di area bandara dan pesawat, menurut Perdoski sebaiknya menggunakan masker bedah dengan 3 lapis.
Pihak keamanan bandara dan awak kabin juga berwenang untuk melakukan tegoran dan penindakan seperti penundaan pemberangkatan, pelaksanaan tindakan kekarantinaan, maupun pengkarantinaan di kursi belakang terhadap penumpang yang melanggar.
Meski jaga jarak tetap harus dilakukan, Perdoski meminta pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan terkait oengurangan jumlah kursi penumpang di pesawat. Menurut Wawan, tindakan itu tidak diyakini merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi penularan Covid-19.
"Cara lain pengurangan resiko penularan adalah dengan menaikkan level proteksi APD, seperti penggunaan masker bedah 3 lapis, penggunaan faceshield dan pembatasan pergerakan di dalam kabin," ujarnya.
Untuk memaksimalkan pencegahan infeksi virus, Perdospi meminta adanya pengadaan health passenger kit untuk penumpang berupa satu masker bedah, satu botol mini hand sanitizer gel, dan satu sachet tisu desinfektan.
Khusus untuk awak kabin, penggunaan alat pelindung diri sama seperti untuk penumpang namun ditambahkan sarung tangan dan dapat dipertimbangkan faceshield dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan penerbangan.
"Dalam tatanan baru New Normal ini, Perdospi menganggap wajar jika proses check in dan boarding akan berjalan lebih lama, namun setidaknya maksimal waktu yang dapat ditoleransi adalah batas check in 2 jam sebelum jadual keberangkatan pesawat domestik dan 3 jam sebelum keberangkatan pesawat internasional," tutur Wawan.