Suara.com - Dua hari lagi umat islam akan merayakan hari raya Idulfitri yang jatuh pada 1 Syawal 1441 Hijriah. Kementerian Agama memastikan jadwal sidang isbat 1 Syawal 2020 akan digelar pada Jumat (22/5/2020) sore hari ini.
Dalam sidang isbat akan ditentukan apakah Idulfitri jatuh pada Sabtu, 23 Mei atau Minggu, 24 Mei 2020. Sidang isbat dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19, sehingga untuk mengurangi perkumpulan, ormas islam akan mengikuti sidang melalui rapat online.
Menteri Agama Fachrul Razi dijadwalkan akan memimpin langsung sidang isbat. "Isbat awal Syawal digelar 22 Mei 2020," kata Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Agus Salim.
Sama seperti penentual awal Ramadan, penentuan awal Syawal juga dilakukan dengan rukyatul hilal (pengamatan bulan baru), sebelum akhirnya sidang isbat digelar.
Baca Juga: Daging Sapi Kelewat Mahal, Warga Bekasi Pilih Daging Kerbau Buat Idulfitri
Terlepas dari itu, ternyata rukyatul hilal bukan jadi satu-satunya cara menetapkan awal bulan Syawal. Mengutip buku karya Muh. Hadi Bashori yang berjudul 'Penanggalan Islam' yang diterbitkan Elex Media Komputindo pada 2013, menyebutkan setidaknya ada 5 cara penentuan awal bulan dalam kalender Islam. Apa saja?
1. Mengamati bulan sabit
Atau dikenal juga dengan istilah rukyatul hilal. Aktivitas pengamatan atau observasi terhadap visibilitas hilal, yaitu bulan sabit di kaki langit yang tampak pertama kali, setelah terjadinya ijtima pada waktu ghurub atau matahari terbenam menjelang pergantian bulan.
Aktivitas ini biasanya dilakukan dengan dengan mata telanjang, ataupun dengan bantuan alat optik untuk menetapkan jatuhnya awal bulan baru dalam penanggalan hijriyah. Ini juga yang dilakukan pihak pemerintah dan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU).
Apabila hilal berhasil dilihat, maka pada magrib tersebut sudah masuk pada bulan berikutnya, alias bulan Syawal. Akan tetapi apabila hilal tidak berhasil dilihat atau karena terhalang, maka wajib menggenapkan bilangan bulan menjadi 30 hari, artinya tanggal 1 Syawal jatuh pada Minggu 24 Mei 2020.
Baca Juga: Begini Tata Cara Salat Idulfitri di Rumah Saat Pandemi Covid-19
2. Melihat pasang surut air laut
Ini jadi salah satu pendapat unik dan menarik dalam penentuan awal bulan qamariyah, termasuk awal bulan Syawal, yaitu dengan melihat fenomena pasang surut air laut.
Pasang surut air laut adalah gejala fisik berupa naik turunnya permukaan laut yang berulang dalam periode tertentu. Fenomena ini terjadi karena adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.
Oleh karena itu, pasangnya air laut yang tertinggi adalah pasang air laut yang terjadi ketika terjadinya ijtimak atau bulan baru. Inilah yang dijadikan pedoman pasang surut air laut dalam menetapkan awal bulan baru, termasuk awal bulan Syawal.
3. Hisab atau perhitungan
Hisab dapat dijadikan sebagai pilihan dalam menetapkan awal bulan qamariah, termasuk awal bulan Syawal. Mengingat dalam alquran surat Yunus ayat 5, disebutkan Allah SWT telah menciptakan keteraturan pada peredaran bulan dan matahari untuk perhitungan waktu bagi manusia.
Metode ini diadopsi organisasi keagaamaan Muhammadiyah, yang sejak dulu selalu menetapkan awal dan akhir bulan islam berdasarkan perhitungan bulan atau hari. Menggunakan cara ini cenderung lebih mudah, karena itu artinya tidak perlu mengamati air laut, dan bentuk bulan di langit.
4. Hisab Imkan Rukyat
Metode ini dianggap sebagai jalan tengah antara pendapat hisab atau perhitungan dan rukyatul hilal atau pengamatan hilal. Di mana setelah melihat hilal dalam batas angka minimum tertentu, baik dari perhitungan ataupun pengamatan, kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk angka-angka.
Sedangkan di Indonesia ada dua pendapat berbeda yang dipakai, yakni pendapat kriteria imkan rukyat MABIMS (Majelis Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia) dan kriteria Thomas Djamaluddin. Adapun kriteria imkan rukyat MABIMS adalah:
- Pada saat matahari terbenam, ketinggian bulan di atas cakrawala minimum 2 derajat dan sudut elongasi (jarak lengkung) bulan-matahari minimum 3 derajat.
- Atau pada saat bulan terbenam, usia bulan minimum 8 jam dihitung sejak ijtimak (keluarnya bulan baru).
5. Perhitungan Jawa
Perhitungan ini juga dikenal dengan istilah hisab aboge, perhitungan ini merupakan sistem perhitungan pertama kali yang digunakan di Indonesia ini karena adanya upaya interelasi agama islam dengan budaya Jawa.
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, di pulau Jawa pernah berlaku sistem kalender Hindu, yaitu sistem kalender berdasarkan peredaran matahari mengelilingi bumi. Permulaan tahun saka ini bertepatan dengan 1 tahun setelah pengobatan Prabu Syaliwahono (Aji Soko) sebagai raja India.
Tapi sejak masuknya islam, kalender Saka dipadukan dengan kalender hijriyah. Metode aboge dalam menetapkan bulan Syawal masih digunakan oleh mayoritas penganut kalender Jawa Islam (kejawen). Keadaan ini membuat perhitungan awal Syawal sering berbeda dalam penetapan awal bulan dengan pemerintah maupun ormas islam lainnya.