Suara.com - Memiliki segudang tradisi dan kebudayaan yang telah dilakukan turun temurun sejak dulu kala, rasanya Yogyakarta selalu dirindukan oleh banyak orang terutama wisatawan.
Salah satu tradisi yang biasanya dilakukan ketika Hari Raya Idul Fitri tiba ialah tradisi Grebeg atau Garebeg.
Umumnya, tradisi dari Keraton Yogya ini digelar dan menjadi bagian dari sedekah rakyat sebanyak tiga kali yakni Grebeg Syawal, Grebeg Besar dan Grebeg Mulud.
Dikutip dari web Keraton Yogyakarta, Selasa (19/5/2020), grebeg Mulud digelar setiap 12 rRabiul Awal (Mulud) untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad, Grebeg Syawal pada 1 Syawal untuk menandai berakhirnya bulan puasa, dan Grebeg Besar tanggal 10 Dzulhijah (Besar) untuk memperingati Hari Raya Idul Adha.
Baca Juga: Corona, Keraton Kasepuhan & Gua Sunyaragi Cirebon Tutup Hingga Lebaran
Tradisi Grebeg Syawal merupakan bentuk wujud syukur Sultan atas hadirnya Hari Raya Idul Fitri setelah sebulan lamanya menunaikan ibadan puasa di bulan Ramadan.
Sebelum Grebeg Syawal dilakukan, Keraton Yogyakarta telah terlebih dahulu menyiapkan tujuh gunungan dalam acara bernama Numplak Wajik.
Ketujuh gunungan tadi terdiri dari tiga Gunungan Kakung, Gunungan Gepak, Gunungan Estridan Gunungan Pawuhan. Tujun gunungan hasil bumi tadi nantinya akan dibawa ke sejumlah tempat.
Tak hanya gunungan, prajurit Keraton Yogyakarta juga turut diarak dalam acara Grebeg Syawal tersebut. Tentu saja, momen Grebeg Syawal ini menjadi momen yang paling dinantikan oleh warga masyararakat ketika lebaran.
Masyarakat juga sebenarnya mendapat kesempatan untuk melakukan 'ngalap berkah' lebaran.
Baca Juga: Keraton Kasunanan Surakarta Lockdown Dibayangi Wabah Virus Corona
Sesudah siarak ke Masjid Gedhe Kauman untuk didoakan, tiga Gunungan kakung akan diarak menuju tiga tempat berbeda yakni Pura Pakualaman, Masjid Gedhe Kauman dan juga Kepatihan.