Suara.com - Tari Laweut yang merupakan bagian dari acara Ragam Indonesia, Program Belajar dari Rumah yang ditayangkan TVRI Nasional hari ini, Minggu, 3 Mei 2020, sangat menarik untuk diketahui secara mendalam oleh siapapun, terutama para siswa.
Seperti diketahui, Indonesia kaya budaya dan tradisi dari Sabang hingga Merauke. Tari Laweut salah satunya.
Tari Laweut berasal dari Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh, lalu tarian ini menyebar ke seluruh wilayah Aceh hingga ke pesisir.
Mengutip dari situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, di Aceh, Tari laweut juga dikenal dengan sebutan tari Seudati Inong atau Akoom.
Baca Juga: Interview: Cerita Darius Sinathrya Berhasil Sembuhkan Trauma Donna Agnesia
Kata laweut merupakan suatu ungkapan yang berasal dari kata seulaweut (sholawat atau salawat), yaitu kata-kata yang digunakan untuk memuji Nabi Muhammad SAW.
Tari ini dulunya dimainkan oleh kalangan perempuan di pesantren-pesantren sebagai suatu bentuk hiburan di malam hari.
Selain itu, Tari Laweut juga biasa dimainkan oleh istri-istri para pejuang untuk mengisi waktu luang pada masa-masa perang dahulu.
Menurut sejarah, Tari Laweut sudah ada sejak zaman Hindia Belanda, namun tidak diketahui siapa penciptanya.
Pada masa itu, Tari Laweut merupakan salah satu seni pertunjukkan yang mendapatkan perhatian khusus dari Hulubalang.
Baca Juga: Zodiak Kesehatan Hari Ini Minggu 3 Mei 2020: Capricorn Jangan Sering Mager!
Tarian ini sering dipertunjukkan di hadapan para petinggi kerajaan.
Tari Laweut hampir memiliki kesamaan dengan tari Seudati. Bedanya adalah pada para pemain dan tepukan saat menari.
Tari Laweut dibawakan oleh perempuan, sedangkan Tari Seudati dibawakan oleh laki-laki.
Gerakan menepuk tangan pada tari Seudati ditepukkan tepat di bagian dada dan perut dengan keras, sedangkan pada tari Laweut, gerakan menepuk hanya pada paha dan tangan saja.
Biasanya tari Laweut bersisi delapan orang penari muda berusia 20-30 tahun. Dipimpin oleh seorang syekh dan dibantu oleh dua orang apet syeh.
Lalu tarian ini akan diiringi oleh syair-syair yang dilantunkan oleh satu atau dua orang aneuk laweut yang berdiri di salah satu sudut panggung. Sehingga yang menjadi ciri khas tari ini adalah tidak dimainkan dengan iringan alat musik melainkan hanya diiringi oleh syai-syair saja.
Pada umumnya, syair-syair pengiring tari Laweut mengandung pujian-pujian kepada Allah dan salawat kepada Rasul, pesan-pesan tentang kehidupan manusia, pendidikan, dan sebagainya.
Tari ini juga biasa dilombakan. Dengan cara dua kelompok penari saling berhadapan dan beradu gerak.
Biasanya yang dinilai adalah kekompakan gerak para penari dari masing-masing kelompok, ragam gerak, penampilan, dan syair yang mengiringi tarian yang berupa kisah-kisah, kiasan-kiasan, sindiran, ataupun teka-teki.
Perubahan gerak dan komposisi menari sangat tergantung pada syair yang dilantunkan. Setiap satu syair, maka ia memiliki satu jenis gerak.
Dengan ketentuan gerak tari akan dilakukan dalam bentuk babakan, yakni berhenti pada setiap syair, lalu berlan jut pada gerak dan syair lainnya. Disertai pula dengan perubahan komposisi ragam gerak tariannya.
Pola-pola pada tari Laweut sama persis dengan pola-pola pada tari Seudati, yaitu: bersaaf (berbanjar), pha-rangkang (segi empat), dan glong (Melingkar). Adapun tahapan-tahapan pada tari Laweut adalah:
Saleum yaitu lantunan syair berisi salam dan sapaan yang dimulai oleh syeh dan kemudian dilantunkan secara bersama dan kemudian disambut lagi oleh syeh dan aneuk laweut.
Saman yaitu syair yang dimulai oleh syeh lalu diikuti oleh penari lainnya, kemudian disambut oleh aneuk laweut sambil berpantun.
Likok yaitu lantunan syair-syair yang berisikan tentang kisah-kisah ataupun peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada masa lampau.
Kisah yaitu syair yang berisikan tentang hikmah-hikmah yang dapat dipelajari dari kisah-kisah maupun peristiwa-peristiwa yang disyairkan pada likok, kadangkala juga disisipi dengan pesan-pesan pemerintah.
Lanie (ekstra) yaitu syair bebas yang sifatnya lebih pada hiburan. Lanie ini juga memegang peranan penting, lebih-lebih dalam suatu pertandingan (tunang).
Perlu diketahui, pada 2016, melalui program Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud, Tari Laweut telah mendapatkan upaya revitalisasi, dan pada 2018 juga telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB Indonesia) oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud melalui pengajuan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh).