Jadi Wartawan hingga Politikus, Ini Kisah Hidup Ki Hajar Dewantara

Sabtu, 02 Mei 2020 | 08:30 WIB
Jadi Wartawan hingga Politikus, Ini Kisah Hidup Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara (Dok. Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jadi Wartawan hingga Politikus, Ini Kisah Hidup Ki Hajar Dewantara

Nama Ki Hajar Dewantara identik dengan dunia pendidikan Indonesia dan hari ini, Sabtu, 2 Mei 2020, merupakan hari lahirnya yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Ki Hajar Dewantara atau dengan ejaan lama Ki Hadjar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan pertama di Indonesia yang kala itu masih bernama Menteri Pengajaran.

Kontribusi Ki Hajar Dewantara terhadap Indonesia bukan sekadar isapan jempol belaka.

Baca Juga: Kabar Baik, Antibodi Llama atau Ilamas Berpotensi Obati Pasien Covid-19

Di awal keterlibatannya di bidang pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara menyampaikan tawaran alternatif mengenai sistem pendidikan nasional yang egaliter atau merata dan partisipatoris. 

Mengutip dari buku 'Ki Hadjar Dewantara Pemikiran dan Perjuangannya' yang disusun oleh Museum Kebangkitan Nasional, berlandaskan sistem itu, Ki Hajar Dewantara kemudian mendirikan sekolah Taman Siswa bermodel pendidikan Pawiyatan atau pondok asrama dengan corak nasional.

Dua Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Ada dua konsep tentang pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, yakni Tripusat Pendidikan dan Sistem Among.

Tripusat sendiri beranggapan bahwa pendidikan yang diterima murid terjadi di tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan kemasyarakatan.

Baca Juga: Hardiknas 2020: Kisah Guru Seni Rupa Mengajar dari Rumah Pakai Teknologi

Ketiga lingkungan hidup tersebutlah yang dianggap memiliki pengaruh edukatif dalam pembentukan kepribadian siswa.

Sedangkan Sistem Among berarti suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan Kodrat Alam dan kemerdekaan. Sistem Among ini juga dikenal sebagai sistem “Tutwuri Handayani”.

Dalam buku itu juga dituliskan bahwa konseps Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang dilatarbelakangi jiwa kebangsaan sangat kuat, dinamis, prospektif dan berakar budaya bangsa Indonesia. 

Pada bidang kebudayaan, Pahlawan Nasional dengan nama asli Soewardi Sorjaningrat itu mencetuskan konseps Pembinaan Kebudayaan Nasional yang dikenal dengan Trikon (kontinuitas, kosentrisitas, dan konvergensi).

Atas kontribusinya dalam bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara mendapat gelar Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Kebudayaan dari Universitas Gajah Madha, Yogyakarta.

Meski identik dengan seluk beluk dunia pendidikan, Ki Hadjar Dewantara lebih dulu aktif pada bidang politik dan jurnalistik.

Sepuluh tahun sebelum membuat sekolah Taman Siswa, Ki Hadjar lebih dulu mendirikan Nationaal Indische Partij atau Partai Hindia pada 1912 bersama Doewes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Partai tersebut dikenal sebagai partai  pertama yang ada di Hindia Belanda pasa saat itu. 

Berjuang di Jalur Pendidikan dan Jurnalistik

Namun, ia merasa perjuangan melalui bidang politik belum bisa menyentuh jiwa manusia yang paling mendasar. Menurut Ki Hajar Dewantara, jiwa merdeka tidak mungkin dapat masuk ke hati seseorang apabila hanya pidato-pidato politik. 

Akhirnya Ki Hajar Dewantara memilih jalan pendidikan sebagai sarana perjuangan untuk menghasilkan manusia baru di Indonesia yang sadar akan rasa kebangsaan dan mempunyai jiwa merdeka. 

Ki Hajar Dewantara juga pernah menjadi wartawan untuk beberapa media. Melalui sarana pers dan 
politik, Ki Hajar Dewantara membuktikan kualitas dan jasanya sebagai perintis perjuangan Kemerdekaan Nasional.

Sebagai wartawan, ia mengkritik pemerintahan Hindia Belanda yang ketika itu dinilainya bobrok. Akibat tulisan-tulisan kritis tersebur, Ki Hajar Dewantara pernah dipenjara di Semarang dan Pekalongan serta pernah merasakan 'dibuang' ke Belanda.

Disebutkan bahwa sebagai wartawan Ki Hajar Dewantara bukan saja pandai dan mahir menulis, tetapi juga memanfaatkan secara optimal media pers sebagai alat perjuangan untuk membentuk opini publik guna melawan pemerintah kolonial Belanda. 

Dalam pidatonya, Ki Hadjar Dewantara sering menyampaikan gagasan dan pokok pikiran mengenai kemerdekaan bangsa dan kecaman terhadap setiap penindasan juga perkosaan terhadap kemanusiaan. 

Lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 dan dikenang sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, kini setiap 2 Mei dirayakan sebagai Hari Pendidikan Nasional.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI