Yang paling berat adalah ketika ia melaporkan hal tersebut pada sang ibu. Sang ibu sempat menolak keras dan tidak memberi izin. Namun dengan keteguhan hati, Ika berhasil meyakinkan sang ibu dan mendapatkan restu untuk berangkat ke Jakarta.
"Saya tetap ingin melayani bagaimanapun kondisi pasiennya. Berdoa kuncinya, berpegang teguh pada Tuhan, pasti akan Tuhan sertai," lanjutnya.
Sesampainya di Jakarta, ia langsung menjalani serangkaian kegiatan seperti medical check up (MCU) dan meeting, kemudian pelatihan selama seminggu.
Test drive Ika pertama kali harus mengemudikan ambulans dari Gunung Sahari Jakarta Pusat, menuju penempatannya di RSUI Depok. Sejak saat itu, ambulans sudah resmi menjadi 'kendaraan pribadinya'.
Baca Juga: Terinfeksi Virus Corona, Perawat Kentucky: Badan Sakit Seperti Patah Tulang
Dinas multitasking
Menjadi perawat sekaligus supir ambulans membutuhkan kemampuan multitasking yang luar biasa. Ika mengaku, tiap kali berangkat dinas, ia harus berkonsentrasi pada dua hal.
Yang pertama adalah bagaimana keadaan pasien di belakang. Mengendarai ambulans memiliki standar prosedur tersendiri, terutama soal kecepatan, kurang lebih 40-60 km/jam.
"Jalanan Indonesia itu kan bolong-bolong, pasti pasien tidak nyaman. Kalau dalam prinsip saya, saya biasakan diri kita jika menjadi pasien, jadi kembalikan lagi ke diri kita sendiri," kata Ika.
Kemudian yang kedua adalah konsentrasi mengendalikan mobil. Sementara ia mengenakan APD lengkap yang terkadang terasa sangat panas meski sudah memasang AC dengan suhu terendah, tetap saja ia mengalami susah bernapas karena masker berlapis-lapis.
Baca Juga: Viral, Perawat Shelly Ziendia Putri dari AGD Diberi Penghormatan Terakhir
"Tapi tetap harus kita nikmatin. Biasanya bawa pasien positif covid-19, nah dari situ kita harus mengendarai kendaraan pelan, alon alon sing penting kelakon (pelan-pelan asal sampai)," sambungnya lagi.