Suara.com - Setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, sebuah apresiasi terhadap salah satu tokoh emansipasi perempuan Indonesia dalam dunia pendidikan dan kesetaraan hak-hak. Merayakan semangat perjuangan perempuan, yuk tonton film-film inspiratif yang bercerita tentang perempuan hebat Indonesia.
Ada 5 pilihan film inspiratif yang bisa Anda tonton. Ini dia rekomendasinya.
Athirah
Athirah berkisah tentang hidup seorang perempuan Bugis Makasar bernama Athirah, yang tak lain adalah ibunda dari mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.
Athirah (Cut Mini) dikisahkan harus pindah dari Bone menuju Makasar bersama sang suami, Puang Ajji (Arman Dewarti) di awal pernikahan mereka.
Baca Juga: Inspirasi Kartini Masa Kini: Pandemi, Jana Sandra Berjuang untuk Dhuafa
Di Makasar, mereka membangun bisnis keluarga dari nol hingga besar dan sukses. Keluarga yang harmonis ini kerap menghabiskan waktu berdiskusi bersama di meja makan dengan hidangan khas Sulawaesi Selatan.
Namun permasalahan mulai menggerogoti keluarga ini ketika Puang Ajji melirik perempuan lain. Di era tahun 50-an saat itu, fenomena lelaki beristri lebih dari satu bukan menjadi hal yang aneh di Sulawesi Selatan.
Mantap meninggalkan Puang Ajji, Athirah memulai hidupnya bersama kelima anak mereka sambil berjualan sarung. Athirah memulai hidup baru dan sukses berdagang sarung khas Bugis Makasar. Bahkan kesuksesannya pula yang pada akhirnya bisa membantu sang suami yang pailit karena krisis ekonomi. Kegigihan Athirah pada akhirnya menyelamatkan seluruh keluarganya.
3 Srikandi
Film 3 Srikandi menceritakan kisah Nurfitriyana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani, atlet pemanah perempuan Indonesia pertama yang memenangkan medali di ajang Olimpiade. Mereka bertiga meraih medali perak untuk panahan berregu di Olimpiade Seoul 1988. Ketiga atlet itu diperankan oleh Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan, dan Tara Basro.
Baca Juga: Semangat Kartini, Dian Sastrowardoyo Ekspresikan Kebebasan Lewat Rambut
Masalah yang dialami ketiga pemeran utama itu berbeda-beda. Nurfitriyana, misalnya, awalnya tidak didukung oleh ayahnya untuk menjadi atlet. Sang ayah berharap Yana lebih baik fokus kepada studinya saja.
Kusuma Wardhani, yang akrab dipanggil Suma, juga tidak mendapatkan dukungan penuh dari orangtuanya. Ayahnya mendorong Suma untuk menjadi PNS supaya hidup lebih terjamin. Sementara, Suma justru jatuh cinta kepada mantan atlet panahan Adang Adjiji, yang membuat konflik karena Adang dimusuhi oleh pelatih Donald Pandiangan.
Lain ceritanya dengan Lilies Handayani. Kedua orangtua Lilies adalah mantan atlet dan mendukung anak mereka dalam berlatih. Tapi sang ibunda tidak menyetujui pacar pilihan Lilies, seorang atlet silat. Ibunya ingin Lilies menikah dengan seorang pengusaha mebel yang kaya supaya masa depannya aman.
Adegan-adegan terakhir 3 Srikandi - menjelang Yana, Lilies dan Suma meraih medali perak - adalah adegan paling memikat dalam seluruh film. Rakyat Indonesia dari berbagai daerah ditunjukkan menunggu di depan televisi dengan cemas.
Pendekar Tongkat Emas
Cempaka (Christine Hakim) dikenal sebagai pendekar sakti yang menguasai jurus Tongkat Emas Melingkar Bumi yang belum pernah terkalahkan oleh jurus pendekar manapun. Sayangnya, Cempaka semakin menua dan kondisi kesehatannya semakin memburuk. Ini membuatnya harus segera mewariskan jurus Tongkat Emas kepada salah satu dari empat muridnya, yaitu Biru (Reza Rahadian), Gerhana (Tara Basro), Dara (Eva Celia), dan Angin (Aria Kusumah).
Sayangnya, belum sempat ia mewariskan ilmu tersebut, Tongkat Emas terlanjur jatuh ke tangan yang salah sehingga menimbulkan kekacauan di dunia persilatan.
Cempaka memilih Dara yang lebih muda, membuat Biru dan Gerhana terkejut. Meskipun Dara mencoba menolak, Cempaka bersikeras dan mengatakan bahwa ia akan membawa Dara pergi selama beberapa hari untuk mewariskan Tongkat Emas beserta jurus Melingkar Bumi.
Angin diminta untuk ikut serta agar dapat merawat kondisi Cempaka. Sementara Biru dan Gerhana diperintahkan untuk tinggal menjaga gubuk mereka. Cempaka menyampaikan pada Dara bahwa jika terjadi sesuatu padanya sebelum sempat mewariskan jurus Melingkar Bumi, hanya ada satu orang yang mengetahui jurus tersebut: Pendekar Naga Putih, mantan pasangannya.
Sokola Rimba
Setelah hampir tiga tahun bekerja di sebuah lembaga konservasi di wilayah Jambi, Butet Manurung (Prisia Nasution) telah menemukan hidup yang diinginkannya, mengajarkan baca tulis dan menghitung kepada anak-anak masyarakat suku anak dalam, yang dikenal sebagai Orang Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Duabelas.
Hingga suatu hari Butet terserang demam malaria di tengah hutan, seorang anak tak dikenal datang menyelamatkannya. Nyungsang Bungo (Nyungsang Bungo) nama anak itu, berasal dari Hilir sungai Makekal, yang jaraknya sekitar 7 jam perjalanan untuk bisa mencapai hulu sungai, tempat Butet mengajar. Diam-diam Bungo telah lama memperhatikan Ibu guru Butet mengajar membaca. Ia membawa segulung kertas perjanjian yang telah di-'cap jempol' oleh kepala adatnya, sebuah surat persetujuan orang desa mengeksploitasi tanah adat mereka. Bungo ingin belajar membaca dengan Butet agar dapat membaca surat perjanjian itu.
Pertemuan dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya ke arah hilir sungai Makekal. Namun keinginannya itu tidak mendapatkan restu baik dari tempatnya bekerja, maupun dari kelompok rombong Bungo yang masih percaya bahwa belajar baca tulis bias membawa malapetaka bagi mereka.
Eliana Eliana
Eliana (Rachel Maryam) adalah seorang wanita muda yang hubungannya tidak akur dengan ibunya, juga bernama Eliana (Jajang C. Noer), sejak Eliana menyakiti sekaligus mempermalukan perasaan ibunya saat Eliana kabur ke Jakarta pada hari pernikahannya lima tahun silam. Ketika dia pulang ke rumah setelah kehilangan pekerjaannya, tiba-tiba dia menemukan ibunya sudah ada di rumah kontrakannya. Pada saat yang bersamaan mereka menyadari bahwa teman sekontrakan Eliana, Henny (Henidar Amroe), telah menghilang, dan dalam pencarian mereka berdua, mereka berusaha memecahkan kebekuan yang telah terjadi lima tahun silam.
Untuk membuktikan kemandiriannya, Eliana berkeliling dalam sebuah taksi carteran untuk mencari kawan serumahnya, Heni, untuk mencari kejelasan permasalahan yang dihadapi sahabatnya yang juga orang yang menolongnya waktu pertama kali datang ke Jakarta. Bunda pun terseret ikut serta. Perjalanan satu malam ini mengungkapkan hubungan ibu-anak itu, dan akhirnya mereka saling memahami posisi masing-masing.