Suara.com - Selasa (21/04/2020) ini, diperingati rakyat Indonesia sebagai Hari Kartini. Pada tanggal ini pula, pejuang emansipasi perempuan RA Kartini dilahirkan.
Selama ini, nama Raden Ajeng Kartini lekat dengan sosoknya yang tak kenal lelah berjuang memajukan kesejahteraan kaum perempuan pribumi.
Meski begitu, rupanya masih ada beberapa fakta seputar R.A. Kartini yang mungkin jarang didengar generasi muda masa kini.
Dirangkum dari berbagai sumber, inilah fakta-fakta seputar kehidupan dan perjuangan Kartini.
Baca Juga: Sikat! Promo dan Diskon 5 Makanan Ini Turut Meriahkan Hari Kartini 2020
1. Memiliki hubungan keluarga yang rumit
R.A. Kartini merupakan keturunan dari kelas bangsawan Jawa dan keluarga ulama. Meski begitu, ibu kandung Kartini rupanya tidak diakui sebagai istri utama.
Hal ini dikarenakan ibu Kartini yang bernama M.A. Ngasirah bukanlah keturunan bangsawan. Namun, peraturan di era kolonial mengharuskan bupati beristrikan bangsawan.
Akhirnya, ayah Kartini pun menikah lagi dengan Raden Adjeng Moerjam yang merupakan keturunan langsung Raja Madura sebelum diangkat menjadi Bupati Jepara.
2. Hidup di lingkungan keluarga poligami
Baca Juga: Festival Kartini di Hotel Ini Ajarkan Perempuan Membatik
Di era sekarang, konsep feminisme dipandang tidak sejalan dengan poligami. Meski begitu, R.A. Kartini sendiri sebenarnya hidup dalam lingkungan keluarga poligami.
Ayah Kartini menikah lagi dengan istri keduanya dikarenakan istri yang pertama tidak memiliki darah keturunan bangsawan.
Sementara, Kartini sendiri dijodohkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang saat itu sudah memiliki tiga istri.
3. Gemar membaca aneka buku
Meski terpaksa dipingit pada usia 12 tahun, Kartini terkenal pandai berbahasa Belanda. Dirinya pun banyak membaca aneka buku dan surat kabar.
Beberapa bacaan Kartini saat itu adalah surat kabar Semarang De Locomotief, majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan, dan majalah wanita Belanda berjudul De Hollandsche Lelie.
Kartini juga sudah membaca buku Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli. Tak hanya itu, Kartini juga membaca sejumlah buku roman-feminis.
4. 'Habis Gelap Terbitlah Terang' bukan sebuah buku
Bicara soal Kartini, karyanya yang berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' pasti sudah akrab di telinga. Padahal, karya tersebut aslinya bukan sebuah buku.
Alih-alih, salah satu teman Kartini yang bernama J.H. Abendanon mengompilasi surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini ke Eropa. Kompilasi ini lantas diberi nama 'Door Duisternit tot Licht atau yang berarti "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".
Barulah di tahun 1938, buku kompilasi surat ini dirilis di Indonesia oleh sastrawan Armijn Pane dan judulnya berubah lagi.
5. Meninggal di usia muda
Sayangnya, perjuangan Kartini tidak bertahan lama. Kartini meninggal di usia belia, yaitu 25 tahun.
Disebutkan, Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan anak pertamanya yang bernama Raden Mas Soesalit Djojodiningrat.
Diduga, Kartini meninggal karena penyakit preeklampsia yang dideritanya pasca melahirkan sang buah hati.
6. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Belanda
Perjuangan Kartini sebagai pahlawan emansipasi perempuan tidak hanya dikenang di Indonesia.
Di Belanda, total ada empat nama jalan yang penamaannya memakai nama R.A. Kartini.
Keempat jalan tersebut adalah Karinistraat di Utrecht, R.A. Kartinistraat di Venlo, jalan Raden Ajeng Kartini di Amsterdam, serta jalan Kartini di Haarlem yang letaknya dekat dengan jalan Mohammed Hatta, Sutan Sjahrir, dan jalan Chris Soumokil.