Suara.com - Lockdown gegara Covid-19 di Inggris membuat para pekerja seks di sana putus asa. Akibatnya, mereka berpotensi tetap berada di luar rumah demi mendapatkan pelanggan, demikian kata organisasi amal dan pekerja seks.
"Kami menghadapi krisis besar. Tidak ada yang mau melanggar aturan dan menempatkan diri sendiri dan orang lain dalam bahaya, tetapi mereka yang masih bekerja tidak punya pilihan lain," kata Niki Adams dari English Collective of Prostitutes, dilansir dari The Guardian, Selasa (14/4/2020).
Pada satu situs web dewasa, ada 800 pekerja seks di Inggris 'tersedia untuk dipesan'. Sekitar 150 pekerja di antaranya berada di London.
Adams mengatakan bahwa banyak dari mereka tidak akan bekerja, tetapi tetap menggunakan situs untuk menjaga profil mereka aktif dengan harapan bahwa calon pelanggan dapat dibujuk untuk membayar telepon atau video seks.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Belum Reda, Inggris Bakal Perpanjang Lockdown
Tetapi yang lainnya tidak berhenti bekerja karena mereka tidak memiliki pendapatan lain, tidak ada tabungan, serta mereka memiliki tuntutan sewa dan tagihan jatuh tempo.
“Kami membutuhkan pembayaran tunai segera untuk para pekerja yang saat ini tidak punya apa-apa untuk dimakan. Kami tahu siapa wanita-wanita ini dan kami perlu membantu mereka sekarang, bukan dalam waktu beberapa minggu," katanya.
Sasha (bukan nama sebenarnya), seorang ibu dengan dua anak, telah bekerja dari rumah selama tiga hari seminggu, sementara anak-anaknya pergi ke sekolah. Ia berpenghasilan antara £ 40 dan £ 70 (antara Rp 700 ribu - Rp 1,2 juta) sehari. Namun saat ini, perempuan 33 tahun itu mengatakan tidak punya pekerjaan.
"Saya sudah berusaha keras untuk mengumpulkan uang, tetapi setiap minggu, setiap sen digunakan untuk satu keadaan darurat atau lainnya sehingga saya tidak memiliki tabungan," katanya.
“Saya menghabiskan sepanjang hari dengan cemas," tambahnya.
Baca Juga: Melanggar Lockdown, Anak-anak Menangis Ditegur Polisi, Alasannya Bikin Iba
Pekan lalu, pihak parlementer dari partai tentang pelacuran dan perdagangan seks global mendesak menteri dalam negeri untuk melindungi pekerja seks di Inggris.
"Kami sangat prihatin ketika 'pelanggan' tidak dapat menggunakan para wanita untuk menghasilkan uang karena virus corona, kehidupan para wanita benar-benar menjadi tidak berharga bagi mereka,” tulis mereka.
Seorang juru bicara untuk Beyond the Streets, yang mendukung pekerja seks jalanan di London Timur sebagai bagian dari pekerjaannya, mengatakan banyak perempuan yang bekerja dengan organisasi amal berjuang untuk mengajukan kredit universal.
Helena Croft, direktur eksekutif Streetlight, mengatakan badan amal itu melihat adanya peningkatan upaya bunuh diri di kalangan wanita pekerja seks sejak lockdown diberlakukan.
"Situasi ini mengerikan, putus asa, dan semakin lama semakin sulit jadinya," kata Croft.
Dia mendesak para lelaki yang memakai jasa seks untuk menaati aturan pemerintah dan tetap tinggal di rumah.
"Para wanita menempatkan diri mereka pada risiko yang lebih besar dengan potensi bertemu lebih banyak orang- tetapi banyak juga yang tidak punya pilihan lain. Tidak ada yang memaksa siapa pun keluar dan memakai jasa seks," katanya.
Sementara itu, Sasha telah satu tahun terakhir menjadi pekerja seks. Ia melakukannya di ruang tamu saat anak-anaknya bersekolah.
“Uang ekstra itulah yang membuat saya bertahan. Aku tidak mampu membeli barang mewah. Tetapi paling tidak, aku punya makanan di lemari es dan anak-anak tidak hanya makan roti dan selai. Ketika mereka mulai berbicara tentang virus, saya tidak memikirkan apa artinya. Kemudian pelanggan berhenti datang," beber Sasha.
Sasha sudah tak melakukan pekerjaannya selama dua minggu. Ia berpikir tidak mungkin melakukan pekerjaannya sementara anak-anaknya juga berada di rumah.