Riset ini menggunakan mikroorganisme bakteri yang terdapat pada telapak tangan dan udara di Laboratorium Mikrobiologi Hutan-Pusat Litbang Hutan, Bogor.
Hasilnya, asap cair kayu dan bambu dengan konsentrasi 1 persen memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme dibandingkan etanol (alkohol) 70 persen, yang selama ini sering dijadikan bahan dasar disinfektan.
"Kita harapkan melalui disinfektan herbal ini selain membasmi virus bakteri di sekeliling kita maupun penyakit dari tanaman," ujarnya.
Proses pengolahan cairan cuka kayu itu menggunakan tungku yang atasnya diletakan drum sebagai tempat mengolah bambu yang dipotong kecil-kecil yang dibakar selama delapan jam, kemudian proses pembakaran yang apinya selalu dijaga agar tetap menyala ini mengeluarkan asap yang keluar dari potongan bambu ukuran sekitar empat meter lebih.
Baca Juga: PSBB Artinya Jakarta Batasi MRT, LRT, TransJakarta dan Mobil Pribadi
Setelah proses pembakaran berjalan pada menit ke-47 pertama sudah menghasilkan cairan cuka kayu yang keluar dari selang plastik kecil sekitar 1,5 liter kemudian ditampung ke dalam botol misalnya botol air mineral.
Awalnya cairan itu berwarna kuning kecoklatan dan proses terus berjalan hingga cairan terlihat semakin gelap dan pekat. Namun semua cairan itu tetap bermanfaat.
"Proses pengolahan selama delapan jam itu dapat menghasilkan cairan cuka kayu sebanyak 12 liter. Untuk bahan disinfektan dengan ukuran air sebanyak 10 liter cukup dicampur cairan cuka kayu sekitar 100 mililiter. Jadi kalau kita menggunakan alat penyemprot hama jenis Solo yang berkapasitas 15 liter cukup dicampur dengan cairan cuka air 150 ml," jelas Aswaludin.