Dimulai dengan keresahan saat tak memiliki uang, ia mulai ditawari untuk mendesain beberapa permintaan teman. Ia juga memercayai ungkapan 'banyak teman, banyak rezeki', sehingga kariernya di dunia desain pun dimulai.
Saat mendekati kelulusan SMA, gambarnya bahkan sudah dicetak di ratusan ribu sebuah merek korek api. Ia juga aktif ikut pameran, dan sebagainya.
"Padahal Mama sudah mewanti-wanti nggak boleh ada yang jadi seniman di keluarga. Di keluarga besar aku, kayaknya cuma aku yang seniman," kata Hana.
Namun Hana masih terus dihantui oleh monster di dalam dirinya. Akhirnya ia memberanikan diri ke psikiater dan mendapatkan diagnosis pertamanya di tahun 2012, lalu mendapatkan perawatan.
Baca Juga: Disulap Seniman, Masker N95 Jadi Keren Bak Lampu Disko
Tahun 2013 ia sempat dirawat di bangsal kejiwaan RSCM dan didiagnosis skiazoafektif. Usai dirawat, psikiater memberikan tegak diagnosa bahwa Hana mengidap gangguan bipolar tipe 1 dan gangguan psikotik.
"Banyak dosa besar yang aku lakukan dalam hidupku, hingga aku menemukan hal-hal itu sebagai sebuah terapi," aku Hana.
Kini nama Hana semakin dikenal, banyak orang mengapresiasi hasil karyanya. Makin banyak merek-merek terkenal yang ingin bekerjasama menggunakan desainnya. Tiga tahun belakangan ini diakuinya ia cukup intens bekerja.
Sesekali, seperti seniman pada umumnya, Hana menemui jalan buntu. Namun ia tak perlu khawatir dengan hadirnya pasangan yang selalu menemaninya dari awal sebagai seorang caregiver hingga ke jenjang pernikahan.
"Dia kayaknya udah kasihan lihat aku nangis terus tanpa sebab, histeris, sering nyakitin diri. Disodorin kanvas, dikasih banyak warna, di situ aku mulai main warna," kisahnya.
Baca Juga: Identik dengan Nyentrik, Benarkah Seniman Rentan Alami Gangguan Mental?
Gambar-gambarnya pun bermetamorfosis, dari yang sebelumnya sangat gelap, menjadi berwarna. Dari yang sebelumnya hanya coretan, lalu dipindai dan diwarnai di komputer, kini sudah menggunakan media canvas.