Menenun Tradisi Sulawesi Utara Lewat Kain Pinawetengan

Jum'at, 13 Maret 2020 | 06:45 WIB
Menenun Tradisi Sulawesi Utara Lewat Kain Pinawetengan
Rumah Kain Pinawetengan memiliki rancangan ready-to-wear ini didesain khusus oleh Denny Malik. (Suara.com/Denny Malik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menenun Tradisi Sulawesi Utara Lewat Kain Pinawetengan

Sebagai pemilik Rumah Kain Pinawetengan, sejak tahun 2007 Iyarita Mamoto telah mengembangkan kain Pinawetengan menjadi lebih tradisional lewat tenun ikat.

Kain Pinawetengan sendiri telah dipatenkan dan telah tercatat dalam Guinness Book of record yang diakui sebagai tenun songket terpanjang di dunia, yakni mencapai 101 meter dan tanpa sambungan.

Baca Juga: Unik, Masker Kain Batik di Banyumas untuk Cegah Virus Corona

"Penenunan di Sulawesi Utara hampir punah, hampir ditinggalkan mungkin karena masuk budaya dari luar negeri. Akhirnya saya bikin pelatihan, yang datang cukup banyak sekitar 150 orang, tapi yang benar-benar mau mengikuti penenunan tinggal 16 orang hingga kini," kata Rita, sapaannya.

Rita menyebut motif kain Pinawetengan sejak tahun 2008 hingga kini sudah mencapai 10 motif. Namun dari 10 motif tersebut juga telah 'beranak' menjadi beberapa tipe motif lainnya.

Sejarah Rumah Kain Pinawetengan pun cukup unik. Sekitar tahun 2000-an, Irjen Pol (purn) Benny Mamoto berinisiatif untuk mengembangkan kain yang mempunyai ciri khas Minahasa dengan berlandaskan kearifan lokal budaya Minahasa.

Pada awalnya kain tersebut dibuat dalam bentuk print dengan mengangkat corak-corak dan guratan yang tertera di situs budaya Watu Pinawetengan di Sulawesi Utara.

Rumah Kain Pinawetengan memiliki rancangan ready-to-wear ini didesain khusus oleh Denny Malik. (Suara.com/Denny Malik)
Rumah Kain Pinawetengan memiliki rancangan ready-to-wear ini didesain khusus oleh Denny Malik. (Suara.com/Denny Malik)

Kini Rumah Kain Pinawetengan membuka cabang baru setelah 2007 di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Cabang baru ini bertempat di Humble House, Jalan Wijaya II no. 123, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Manfaatkan Limbah Kain Bekas Sebagai Peluang Usaha

Di cabang baru ini akan dipersembahkan pula aneka rancangan busana siap pakai berbahan dasar aneka kain print produksi Kain Pinawetengan. Rancangan ready-to-wear ini didesain khusus oleh Denny Malik dengan tema 'Kawan' yang ditampilkan dalam peresmian Rumah Kain Pinawetengan hari ini, Kamis, (12/3/2020).

"Jadi ini konsepnya Kawan, ini perkawanan kita. Khususnya saya dengan Pinawetengan dari tahun 2010. Jadi 10 tahun pertemanan, saya sebagai koreografer tentunya di setiap acara Pinawetengan," kata Denny.

Selain peresmian, akan diselenggarakan pula fashion show dari busana rancangan Denny Malik. Yang spesial adalah mereka yang memeragakan bukan peragawati namun penari-penari Denny Malik selama tiga dekade, dari tahun 80-an, 90-an, dan 2000 serta beberapa kawan Denny seperti Memes.

Rumah Kain Pinawetengan memiliki rancangan ready-to-wear ini didesain khusus oleh Denny Malik. (Suara.com/Denny Malik)
Rumah Kain Pinawetengan memiliki rancangan ready-to-wear ini didesain khusus oleh Denny Malik. (Suara.com/Denny Malik)

Di rumah kain Pinawetengan, Humble House, pengunjung juga dapat menikmati beragam kain tenun hasil karya para pengrajin di Wale Tenun Pa'Dior (nama Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara).

Beragam pula aneka tenun ikat yang dibuat dengan tangan yang memakan waktu pengerjaan hingga dua bulan (tergantung kesulitan) untuk satu lembar kainnya. Selembar kain memiliki panjang sekitar 2,5 meter hingga empat meter.

Selain itu terdapat pula aneka tenun songket dengan warna-warna lebih mencolok dengan corak-corak khas Minahasa. Setiap lembar berukuran sekitar 2,25 - 2,50 meter.

Harga rata-rata kain tenun ikat adalah Rp 1 juta per meter, sedangkan tenun songket berharga Rp 3,5 juta per lembar. Untuk kain print dihargai antara Rp 90 ribu hingga Rp 150 ribu per meter.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI