Suara.com - Desainer yang membawa tema out-of-the-box dengan warna yang berani mungkin sudah biasa kita lihat melenggang di panggung dunia.
Namun bagaimana dengan desainer yang memadupadankan keduanya dengan bahan-bahan yang tak biasa seperti karung goni atau karung bekas tepung terigu?
Maggie Hutauruk-Eddy membuktikannya dengan membawa kombinasi 'ajib' tersebut ke panggung New York Fashion Week 2020. Perempuan kelahiran 31 Maret tersebut membawakan karyanya yang bertajuk Liga dari mereknya 2Madison Avenue.
Beberapa karyanya menggunakan karung goni bekas dengan memejeng gambar wajah orang-orang berpengaruh seperti Presiden RI Joko Widodo, Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti, aktivis Swedia Greta Thunberg dan Presiden AS Donald Trump.
Baca Juga: Tak Mampu Beli Daging, Masyarakat Miskin Rentan Mengalami Stunting
Ini bukan kali pertama Maggie, sapaannya, melenggang di panggung NYFW dan menampilkan karya dari barang bekas. Sebelumnya ia juga ramai diperbincangkan karena menggunakan karung bekas tepung terigu Segitiga Biru dan kerap membawa pesan-pesan isu lingkungan.
Maggie berkecimpung di dunia fesyen sudah cukup lama namun baru berani merintis merek fesyennya sendiri di tahun 2016.
"Dari kecil saya senang seni dan berbagai hal terkait kesenian. Saya lebih bisa membuat lukisan dulu sebelum bisa membaca-tulis. Saya sempat kuliah seni murni dulu di AS, namun atas arahan ayah saya almarhum, saya pindah ke desain fesyen. Mungkin supaya saya tidak tambah 'aneh'," ungkapnya kepada suara.com, ditulis Jumat (28/2/2020).
Perkenalannya dengan panggung NYFW bermula saat sebuah institusi yang kebetulan saat itu dipercaya untuk mengkurasi desainer-desainer Indonesia untuk tampil di NYFW menghubunginya.
Tidak hanya saja brand dan produknya yang direview, tapi konsep koleksi juga harus diajukan terlebih dahulu sebelum disetujui bisa mengambil bagian di show ini.
Baca Juga: Lion Air Terbangkan Pesawat Kosong untuk Jemput 13.000 Jamaah Umrah
Selain NYFW, Maggie juga pernah tampil di Jakarta, baik independent show atau kolektif seperti Jakarta Modest Fashion Week dan Bali Fashion Week.
Ketika ditanyai mengapa karyanya begitu 'berbeda', Maggie menjawab tiap karya adalah ekspresi seni dari dirinya dan busana bukan hanya sekadar penutup badan saja. Setiap pelanggan 2Madison Avenue pun menjadi muse dan inspirasi baginya.
"Fesyen adalah ekspresi diri, dan fesyen adalah pencerminan siapa kita. Kalau kita mau mengenal karakter atau mood seseorang, lihatlah apa yang dikenakannya. Jangan lihat harganya, itu semu. Lihat apa yang dikenakannya dan coba telusuri kepribadiannya dari situ," katanya.
Ia juga tak pernah memedulikan tren, semua buah karyanya adalah hasil ide spontan yang muncul di kepalanya. Belum lagi respons negatif yang ia terima soal karyanya yang memang tak biasa, namun ia yakin apresiasi terhadap fesyen atau karya yang unik akan semakin baik.
Maggie sangat berharap bahwa industri fesyen Indonesia ke depan dapat mengedepankan kejujuran. Karena baginya segala sesuatu yang dilakukan dengan hati bersih dan kejujuran, pasti akan mendatangkan rejeki yang sesuai tepat pada waktunya.
"Saya banyak melalui fase pahit dimana saya tertipu atau dirugikan oleh pihak-pihak tertentu. Saya tahu bukan hanya saya yang melalui hal ini. Banyak teman-teman kreatif yang juga melalui hal pahit ini," ujar ibu dua anak tersebut.
"Saya berharap para pemain di industri kreatif Indonesia memiliki pemahaman yang sama, dan menjaga agar lahan industri kreatif Indonesia bisa menjadi lahan yang aman, jujur, dan bisa mensejahterakan banyak orang yang terlibat di dalamnya," sambungnya.
Selain itu, ia juga menyarankan para desainer Indonesia untuk tak lupa menggunakan platform seperti media sosial dan koneksi-koneksi dengan figur publik untuk menyuarakan karyanya. "Yang buat saya gemas adalah persepsi bangsa kita terhadap karya lokal. Yang mengatakan kalau kalau lokal harus murah atau yang mengatakan kurang keren kalau made in Indonesia," pungkas perempuan lulusan Rhode Island School of Design ini.