Ketika ditanyai mengapa karyanya begitu 'berbeda', Maggie menjawab tiap karya adalah ekspresi seni dari dirinya dan busana bukan hanya sekadar penutup badan saja. Setiap pelanggan 2Madison Avenue pun menjadi muse dan inspirasi baginya.
"Fesyen adalah ekspresi diri, dan fesyen adalah pencerminan siapa kita. Kalau kita mau mengenal karakter atau mood seseorang, lihatlah apa yang dikenakannya. Jangan lihat harganya, itu semu. Lihat apa yang dikenakannya dan coba telusuri kepribadiannya dari situ," katanya.
Ia juga tak pernah memedulikan tren, semua buah karyanya adalah hasil ide spontan yang muncul di kepalanya. Belum lagi respons negatif yang ia terima soal karyanya yang memang tak biasa, namun ia yakin apresiasi terhadap fesyen atau karya yang unik akan semakin baik.
Maggie sangat berharap bahwa industri fesyen Indonesia ke depan dapat mengedepankan kejujuran. Karena baginya segala sesuatu yang dilakukan dengan hati bersih dan kejujuran, pasti akan mendatangkan rejeki yang sesuai tepat pada waktunya.
Baca Juga: Tak Mampu Beli Daging, Masyarakat Miskin Rentan Mengalami Stunting
"Saya banyak melalui fase pahit dimana saya tertipu atau dirugikan oleh pihak-pihak tertentu. Saya tahu bukan hanya saya yang melalui hal ini. Banyak teman-teman kreatif yang juga melalui hal pahit ini," ujar ibu dua anak tersebut.
"Saya berharap para pemain di industri kreatif Indonesia memiliki pemahaman yang sama, dan menjaga agar lahan industri kreatif Indonesia bisa menjadi lahan yang aman, jujur, dan bisa mensejahterakan banyak orang yang terlibat di dalamnya," sambungnya.
Selain itu, ia juga menyarankan para desainer Indonesia untuk tak lupa menggunakan platform seperti media sosial dan koneksi-koneksi dengan figur publik untuk menyuarakan karyanya. "Yang buat saya gemas adalah persepsi bangsa kita terhadap karya lokal. Yang mengatakan kalau kalau lokal harus murah atau yang mengatakan kurang keren kalau made in Indonesia," pungkas perempuan lulusan Rhode Island School of Design ini.