"Di sekolah (diledekin), mba jamu, mba jamu gitu. Tapi saya nggak ngerasa gimana gitu. Karena saya memperjuangkannya susah, karena jamu saya bisa bertahan hidup. Jadi omongan itu udah nggak kena aja," tuturnya.
Berkat kerja kerasnya, saat ini Aafiyah telah memiliki beberapa reseller untuk membantunya berjualan. Menurutnya, kunci agar produknya tetap berjalan adalah konsisten, komitmen, juga percaya diri.
Buat Resep Terobosan Demi Gaet Milenial
Kebanyakan resep jamu yang dibuatnya memang didapat Aafiyah turun temurun dari sang ibu. Seperti kunyit asem, beras kencur, temulawak, rosella, sinom, temulawak, sari anggur, paitan, daun sirih, hingga daun kelor.
Baca Juga: Punya Cita Rasa Unik, Jamu Indonesia Berpotensi Besar untuk Mendunia
Ia sendiri mengaku belajar otodidak karena sejak kecil sering melihat ibunya meracik jamu.
Sadar jamu tidak terlalu populer di kalangan anak-anak muda, terlebih rasa jamu yang identik dengan pahit, Aafiyah tak kehabisan ide. Sarjana Teknologi Pangan Universitas Juanda Bogor itu pun membuat menu terobosan yang bisa dinikmati generasi milenial.
"Saya pikir anak-anak milenial nggak terlalu masuk sama kunyit, jadi saya coba lemon sereh. Kalau rosella saya tambahin daun mint, ada lagi bunga telang. Memang nggak semua harus suka kunyit asem. Karena pada dasarnya kunyit itu ada getirnya," katanya.
Diakuinya, tak mudah melestarikan jamu di era sekarang. Jamu masih kalah populer dengan minuman manis seperti boba.
Aafiyah akhirnya memanfaatkan media sosial sebagai wadah pelestarian jamu kepada anak-anak muda agar lebih mudah tersampaikan.
Baca Juga: Agar Tak Tergerus Zaman, Kilala Tilaar Usulkan Jamu Jadi Mata Kuliah
"Yang bikin pusing bikin konten ya. Paling saya meng-guide-nya dengan bikin foto yang bagus. Kalau ada ide juga bikin video iklan pendek. Kerjasama sama temen saja yang saling support," tuturnya.