Suara.com - Banyak orang masih menganggap remeh profesi di bidang seni, khususnya seni tradisional, karena dianggap tidak menjanjikan. Namun berbeda halnya dengan Putut Puji Agusseno (29), yang justru merasa seni pertunjukan tradisional sudah mengalir di dalam darahnya.
Dalang yang biasa dipanggil Ki Putut ini sudah menyukai dunia perwayangan sejak usia 2 tahun. Dan di kelas 4 SD, Ki Putut untuk pertama kalinya menjadi dalang berkat bimbingan sang ayah.
"Jadi saya itu dari kecil sudah kelihatan kalau saya suka wayang. Waktu kecil saya nangis, umur 2 tahun minta mainan mobil-mobilan. Tapi karena pinternya bapak, saya dikasih bungkus vanili yang bungkusnya Hanoman, terus saya nggak nangis lagi," ujar Ki Putut saat ditemui Suara.com beberapa waktu lalu sebelum pentas di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
Dari sanalah, anak pertama dari dua bersaudara ini akhirnya mencintai dunia wayang dan seni peran tradisional, khususnya yang berasal dari tanah Jawa. Ingin lebih serius menekuni dunia dalang, Ki Putut pun mengambil jurusan S1 Pedalangan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada 2009 lalu. Bahkan, saat ini Ki Putut sedang menempuh S2 Penciptaan Seni Teater di kampus yang sama.
Baca Juga: Malam Tahun Baru, Bisa Nonton Wayang Semalam Suntuk di Anjungan Jawa Timur
Bawa Wayang hingga Korea Selatan
Kecintaan Ki Putut pada wayang, akhirnya membawa dirinya terbang ke Korea Selatan untuk memperkenalkan wayang kulit Indonesia pada warga di sana. Mewakili universitasnya, ISI Surakarta, pada semester 7, Ki Putut berangkat bersama 8 rekannya yang terdiri dari dosen dan sinden. Di Korea Selatan, selama 1 bulan, di kota Gangneung, mereka berkeliling kota memperkenalkan seni tradisional wayang kulit.
Fantastis, Ki Putut saat itu tidak menyangka Korea Selatan menyambut hangat pementasan wayang kulit yang berkeliling dari sekolah ke sekolah selama dua kali sehari, pagi dan malam, dengan durasi masing-masing setengah jam. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, semua antusis dengan pertunjukan wayang yang mereka bawakan.
"Antusiasmenya sangat bagus, terlihat setelah pentas, pasti diajak foto, yang antri banyak. Foto dalang wayang, saya, jadi kita keliling berjalan pakai baju kejawen, meriah banget kaya karnaval," cerita Ki Putut.
Tidak hanya dari Indonesia, ada beragam kesenian lain yang dipamerkan juga di sana, seperti dari Thailand, Cina, dan sebagainya. Ki Putut pun sangat bangga jadi salah satu perwakilan Indonesia yang ada di sana. Beruntung juga saat itu, salah satu temannya yang dalam program pertukaran pelajar menerjemahkan Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Korea Selatan, sehingga penonton bisa mengerti, bahkan ikut tertawa dengan alur ceritanya.
Baca Juga: Begini Proses Pembuatan Wayang Golek