Pesona Musim Gugur
Konon, salah satu waktu terbaik untuk berkunjung ke Iyashi No Sato Nenba adalah saat musim gugur. Saat itu, wisatawan dapat menikmati indahnya perubahan warna daun musim gugur yang disebut momijigari, yang secara harfiah berarti 'berburu daun'.
Saking cantiknya perubahan warna daun yang terjadi saat musim gugur, banyak orang Jepang dan turis yang memang berniat mengumpulkan dedaunan yang telah berubah warna ini. Salah satu yang paling disukai oleh daun maple. Selain karena bentuknya yang unik dan mengingatkan pada bendera Kanada, perubahan warna daun maple juga termasuk yang paling menakjubkan, dimulai dari hijau menjadi kemerahan hingga akhirnya kuning.
Ketika warnanya sudah kuning, daun-daun ini akan gugur hingga akhirnya yang tersisa di pohon hanyalah ranting-ranting tanpa daun. Nanti, ketika salju turun, ranting-ranting itu akan kembali cantik berkat hiasan butiran salju yang menempel.
Baca Juga: Kaki Gunung Fuji, Tempat Pengujian Jaringan International Roaming Smartfren
Suara.com bersama rombongan Smartfren International Roaming-Japan Experience, saat itu datang di awal bulan Desember 2019, di awal musim dingin. Meski begitu, kami beruntung karena masih sempat menikmati sisa-sisa pesona musim gugur yang sangat dinantikan oleh jutaan wisatawan.
Hamparan dedaunan berwarna kuning yang berguguran di tanah menjadi background foto yang cantik. Background seperti inilah yang banyak diburu dan dinikmati oleh para wisatawan di Iyashi No Sato Nenba, selain berfoto dengan latar Gunung Fuji yang gagah.
Ikan Ayu dan Teh Botol
Menurut Andi, tour guide yang menemani Suara.com selama perjalanan di Iyashi No Sato Nenba, meski dikenal sebagai pecinta ikan, orang Jepang sangat jarang makan ikan air tawar. Mereka lebih memilih ikan laut dan hewan laut lainnya untuk konsumsi sehari-hari. Nah, ikan Ayu, adalah satu dari sedikit ikan air tawar yang disukai masyarakat Jepang. Mungkin karena ikan Ayu ini hidup di sungai-sungai yang airnya bersih dan mengalir.
Di Iyashi No Sato Nenba, ikan Ayu jadi salah satu kuliner setempat yang cukup laris. Ikan seukuran ikan lele kecil ini ditusuk dengan bambu, dibumbui garam, dan dibakar perlahan sampai matang hingga ke bagian dalam. Rasanya mirip ikan asap dengan paduan gurih dan asin. Nikmat, apalagi jika disantap di tengah cuaca dingin. Ikan ayu dijual dengan harga 600 Yen atau Rp 78.600.
Baca Juga: Menghayati Keelokan Gunung Fuji Melalui 5 Danau Cantik di Jepang
Selain ikan Ayu, ada juga apel Nagano yang sangat manis rasanya, buah pir yang sangat renyah dan manis, serta jus anggur yang diekstraksi dari 100 persen buah anggur ungu.
Di antara deretan kuliner lokal yang dijajakan di pedagang kaki lima, Suara.com menemukan Teh Botol Sosro dan Mie Sedaap cup ikut dijajakan di sana. Teh botol kemasan botol plastik ukuran 450 ml dijual dengan harga 650 Yen atau sekitar Rp 85.000.
Tak hanya itu, di depan meja lapak para pedagang di sana, juga bisa ditemukan beberapa tulisan berbahasa Indonesia yang menerangkan tentang kuliner yang mereka jual. Tidak ada alasan khusus kenapa ada makanan/minuman asal Indonesia, atau kertas berbahasa Indonesia di sana. Mungkin, salah satunya karena fakta banyak orang Indonesia, bahkan selebriti, yang sering datang dan jatuh cinta pada keheningan yang disajikan Iyashi No Sato Nenba.