Mendengar ucapan kakek tersebut Al dan warga sekitar tidak terlalu menghiraukan. Bahkan mereka membiarkan kaker itu berteriak menyerukan peringatan hingga berlalu.
"Kita nggak percaya. Setelah itu saya menemui teman saya dan memberikan jeruk dan coklat. Setelah itu terdengar orang-orang berteriak 'air laut naik'. Saya awalnya tak percaya, tapi begitu melihat ke atas awan sangat gelap. Kemudian datang gelombang pertama. Semua menyelamatkan diri, berlari mencari perlindungan," ceotehnya.
Al ingat dirinya terhempas, dan sempat tersapu gelombang. Namun, beruntung Al tersangkut di ujung pohon kelapa. Ia melihat jelas kondisi di bawah. Semua orang berlari. Pakaian koyak, semua mencari pertolongan. Ia yakin di atas pohon kelapa dirinya akan selamat. Bahkan bila terjadi gelombang kedua dirinya masih selamat.
"Tapi ternyata kita nggak boleh sombong. Saat gelombang kedua datang, saya tenggelam. Saat itu saya berdoa, apabila saya diberi kesempatan hidup, saya ingin taubat. Lalu lewat springbed di depan saya, itulah pertolongan kedua yang saya terima. Di ujung kasur ada ular, kalajengking, dan lipan. Saya selamat bersama binatang-binatag hingga sampai di pesisir laut," ungkapnya.
Baca Juga: Air Mata dan Doa di Kuburan Massal Korban Tsunami Aceh
Dari kejadian itu Al terus terbayang pesan kekek-kakek bersorban. Ia mengambil hikmah dari tsunami 2004, bahwa penting untuk selalu mengikat silaturahmi agar umur berkah dan sedekah akan memperpanjang usia kita. Ia sempat menjadi pengungsi seminggu. Dan Al kehilangan ibu dan adiknya.