Suara.com - Sakdiyah Ma'ruf Ungkap Sisi Gelap Panggung Stand Up Bagi Komika Perempuan
Emansipasi memang masih digaungkan di mana-mana, termasuk di Indonesia. Kampanye ini berefek positif, dengan masuknya perempuan ke berbagai lini bidang masyarakat, termasuk dalam dunia stand up comedy.
Sakdiyah Ma'ruf misalnya, salah satu stand up comedy-an perempuan yang namanya cukup dikenal di ranah internasional, karena sering membawa isu-isu feminisme dan mengangkat derajat perempuan. Jadi tidak heran mengapa nama Sakdiyah masuk dalam 100 perempuan inspiratif versi BBC.
Tidak selalu berjalan mulus, perempuan kelahiran Pekalongan, 11 Februari 1982 ini mengungkap sisi kelam untuk perempuan yang hidup dari panggung stand up comedy. Beda sikap dan respon dirasakan Sakdiyah sebagai stand up comedy perempuan, dari sisi penonton ia merasakan adanya diskriminasi.
Baca Juga: Selfie Bareng Lem Aibon Bikin Ramai, Komika Pandji dan Anies Cuma Bercanda
Padahal jika ditelusuri lebih jauh, banyak stand up comedy perempuan yang menjuarai berbagai ajang kompetisi stand up. Tapi, dalam dukungan sangatlah kurang, dan eksistensinya sangat cepat meredup, alhasil para komika ini mengakalinya dengan lawakan yang cenderung seksi.
"Anggapan nggak selucu itu masih ada, dan untuk mengatasinya biasanya, sebagian komedian perempuan membuat lawakan yang juga cenderung seksi, jadi sama dengan komedian laki-laki, karena tekanan mendapatkan penonton," ujar Sakdiyah dalam acara diskusi 'Generation Equality' dalam rangka 16 Hari Anti kekerasan terhadap perempuan di Auditorium IFI, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Belum lagi, sudut pandang tertawa jadi hal tabu untuk dilakukan perempuan dalam sorotan agama, mengingat mayoritas Indonesia terdiri dari muslim. Jadi saat perempuan tertawa terbahak, atau terpingkal-pingkal akan mendapat stigma negatif.
"Tertawa itu tabu buat perempuan, di karya sastra jarang sekali perempuan digambarkan tersenyum, tertawa, terkekeh. Kalau terbawa tebahak-bahak selalu diartikan nenek sihir, dengan mudah di stigma jadi negatif, oleh karena itu sulit bagi perempuan kalau tidak punya pendirian sendiri," ungkapnya.
Tak hanya itu, kehidupan belakang layar panggung stand up diamati Sakdiyah sangatlah keras bagi perempuan. Saat mayoritas komika adalah laki-laki, maka alkohol juga sering disuguhkan atau dibawa, cara ini jadi satu hal yang mengintimidasi perempuan, khususnya terkait keamanan dan kenyamanan.
Baca Juga: Ketakutan usai Roasting Fadli Zon, Komika Kiky Saputri Minta Maaf
"Bayangkan di komedi festival, penampil ada 100 komedian, komika peremuan kurang dari 10 di belakang panggung. Stand up laki-laki bawa alkohol dan bersifat intimidatif, ini tidak bisa dipungkiri, tantangan banyak," jelasnya.
Belum lagi, komentar netizen yang sering kali mengkritik bukan pada konten komedianya, melainkan pada penampilan baju, maupun body si komika perempuan. Seperti misalnya, di satu panggung Sakdiyah dikomentari terkait tali bra yang sedikit kentara karena ketat, itu terpampang nyata di sosial media.
"Saya banyak pengalaman, mereka respon bukan konten komedi saya, tapi tali bra kelihatan di sosial media sangat terbuka dikomentari. Sangat menyedihkan itulah kondisi kenyataannya, ketika konten yang dinilai, yang dinilai penampilannya tubuhnya," katanya menggebu-gebu.
"Apalagi teman tidak berjilbab, saat ini makin dapat banyak stigmatisasi, itu tantangan berat, yang dihadapi profesi ini," tutupnya.