Tolak Undangan Masuk Perguruan Tinggi Negeri
Kabar yang seharusnya menjadi kebanggaan dan kegembiraan keluarga ternyata membuahkan kebingungan saat tamat SMA. Aula berhasil mendapat undangan untuk masuk ke perguruan tinggi negeri mana pun di Indonesia dari program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Jadi itu ditujukan kepada 10 besar siswa-siswa berprestasi dari tiap sekolah untuk bisa masuk ke seluruh universitas negeri yang ada di Indonesia,” jelasnya.
“Saya bingung, karena ini sudah dapat undangan, trus nanti yang bayar uang sekolah siapa gitu ya? Akhirnya saya tidak terlalu antusias dengan undangan itu. Padahal itu sesuatu yang sangat priviledge dan sangat dinanti-nanti sebenarnya oleh setiap siswa gitu. Tapi saya nggak terima itu,” tambahnya.
Baca Juga: Bingung Biaya Kuliah? Jangan Galau, Ikuti 3 Tips Ini untuk Meraih Beasiswa
Tidak hanya itu, menurut Aula, masa tersebut adalah salah satu masa yang “paling sedih.”
“Karena ada omongan kemarin bahwa, ‘lu jangan harap deh bisa masuk kuliah deh, Aula. Kalau lu nggak bisa sogok orang dan lu nggak punya orang dalam,’” kenangnya.
Semangat untuk meraih pendidikan berhasil mengalahkan kesedihannya. Aula lalu memutuskan untuk mengikuti SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) biasa dan memilih universitas Syiah Kuala dengan jurusan pendidikan fisika, sesuai dengan keinginannya. Ia pun berhasil masuk.
“Di semester satu-lah baru dapat beasiswa Bidikmisi dan Alhamdulillah sampai dengan tamat dengan beasiswa dari Bidikmisi itu,” paparnya.
Mak pun ikut gembira mendengarnya, apalagi melalui beasiswa S1 tersebut, Aula bisa membantu keuangan keluarga.
Baca Juga: Untuk Pendidikan yang Lebih Baik, Pusat Data Beasiswa Diluncurkan
“Walaupun memang tidak besar, tapi minimal ada-lah, kita kasih ke ibu untuk beli sayur, untuk makan sehari-hari,” ceritanya.
Saat kuliah pun, Aula berhasil meraih berbagai prestasi, seperti menjadi Kalau di tingkat kuliah sudah masuk ke seperti Raja Baca Provinsi Aceh, Duta Damai Provinsi Aceh, Duta Bahasa, juga menjadi perwakilan Indonesia dalam kegiatan Nusantara Leadership Camp.
Usai lulus, Aula mulai bekerja freelance sebagai blogger untuk dunia gaya hidup dan juga menekuni bidang media sosial. Ia juga memulai terjun ke dunia pendidikan dengan mengajar Al-Qur’an dan Kitab Kuning di pesantren tradisional atau mengajar fisika, baik di kampus juga di sekolah untuk olimpiade sains nasional tingkat Aceh.
“Saya dari dulu tuh pengin banget ke luar negeri, tekad sudah bulat, Aula, ke luar negeri, naik pesawat, tapi enggak boleh dibayar sama diri sendiri,” kenang Aula.
Inilah yang membuatnya lalu dikenal sebagai ‘scholarship hunter’ alias pemburu beasiswa sejak kuliah. Lima puluh tiga kali sudah Aula mendaftar beasiswa, tidak ada satu pun yang berhasil.
“Selama S1 saya coba berbagai beasiswa, short course, conference, exchange program ke luar negeri selalu mendapat penolakan,” jelasnya.
Mimpi untuk menuntut ilmu ke Swedia, Portugal, Republik Ceko, Taiwan, dan negara lainnya pun kandas.
“Apakah memang diriku tidak pantas untuk ke luar negeri atau apa?” tambahnya.
Hingga akhirnya ia mendengar teman-temannya mendaftar beasiswa USAID prestasi untuk program S2 di Amerika. Ia hanya bisa pasrah. Tidak berminat lagi kuliah ke luar negeri.
“Coba sekali lagi,” ujarnya saat mengenang pesan Mak.
“Saya pulang ke rumah, saya nangis di depan ibu,” ceritanya.
Mak pun kembali menyemangati si bungsu. “Ibu bilang, 'nanti daftar lagi,'” kata Aula.
Aula mengatakan kepada Mak bahwa dirinya tidak punya uang.
“'Mak, kasih uang,'” kata Aula yang mengingat kembali kata-kata Mak saat itu.
“Ya, jualan sayur mana banyak uang sih, palingan 20 ribu atau 10 ribu (rupiah) per hari untung,” kata Aula.
Perjuangan Menginjakkan Kaki di Amerika, Klik untuk artikel selanjutnya.