Daun Teh Terbaik Indonesia Khusus untuk Ekspor, Benarkah?

Rabu, 27 November 2019 | 18:48 WIB
Daun Teh Terbaik Indonesia Khusus untuk Ekspor, Benarkah?
Kualitas daun teh Indonesia bisa bersaing di luar negeri. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rempah-rempah khas Indonesia memang sudah diakui kualitasnya hingga mancanegara. Terbukti dengan angka ekspor teh yang dilakukan Pabrik Teh Sukawana Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat yang bisa mencapai puluhan ton setiap bulannya.

Tapi dibalik itu ternyata ada anggapan yang cukup menggelitik, yang menyebut daun teh dengan kualitas tinggi akan diekspor ke luar negeri, sementara orang Indonesia bersisa hanya kualitas yang standar atau ampasnya saja. Benarkah begitu?

Fransiscus Pantur (53), Petugas Pengepakan dan Pengawas Pabrik Sukawana membantah hal itu. Menurutnya itu terjadi karena minat masyarakat Indonesia terhadap teh yang kurang luas dan terbatas.

Baca Juga: Menikmati Syahdunya Jember Lantai Dua dari Kebun Teh Gunung Gambir

"Ah enggak juga sih, tapi memang kalau di lihat dari kualitas banyak kita kirim ke luar, tapi itu karena tadinya kota udah bikin MOU dengan Eropa dengan Singapura, sedangkan di Indonesia itu terbatas pembeliannya," ujar Fransiscus dalam acara Tour Agoda Indonesia di Sukawana, Bandung Barat, Rabu (27/11/2019).

Nah, Fransiscus sendiri menantang seandainya disediakan teh dengan kualitas terbaik setara ekspor, bisakah orang Indonesia menjadikan teh sebagai minuman primadona asli Indonesia?

"Penggemar teh kan lebih sedikit, ketimbang penggemar kopi, kita hitung juga dengan pasaran, kita di bisnis ini juga pengen untung," ungkapnya.

Fransiscus Pantur, Petugas Pengepakan dan Pengawas Pabrik Teh Sukawana, bicara tentang kualitas daun teh Indonesia. (Suara.com/Dini Afrianti)
Fransiscus Pantur, Petugas Pengepakan dan Pengawas Pabrik Teh Sukawana, bicara tentang kualitas daun teh Indonesia. (Suara.com/Dini Afrianti)

Fransiscus juga mengungkap jika di luar negeri ada perubahan fluktuasi harga, sedangkan di Indonesia jarang terjadi. Belum lagi jika bisa menjangkau pasar luar negeri artinya pendapatan dan pembelian jadi lebih banyak dan bisa menjaring tenaga kerja non skill tanpa pendidikan tinggi.

"Kalau di sini kita juga memanfaatkan tenaga kerja yang non skill. Non skill itu, karena mereka tamat SD, paling tinggal tamat SMP, malah sebagai pengawas ada yang tamat SMP, dan itu fungsi sosial kita," tuturnya.

Baca Juga: Kaligua Culture Festival, Sejarah Meruwat Mesin Uap Kebun Teh di Brebes

Kata pria lulusan Sastra Jerman ini, masyarakat Indonesia memang pada dasarnya tidak menyukai teh dengan jenis halus atau yang sudah dipisahkan antara batang dan daunnya yang sudah digiling, difermentasi dan dihaluskan. Minat masyarakat Indonesia lebih ke jenis teh menggunnakan sistem pengolahan ortodoks.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI