Suara.com - Kata siapa UKM kuliner hanya bisa jadi jago kandang? Pendiri usaha kecil menengah Pisang Goreng Madu Bu Nanik, yaitu Ibu Nanik Soelistiowati, membuktikan bahwa hal tersebut salah besar. Dalam acara coffee talks #NgobrolUKM beberapa waktu lalu, Ibu Nanik menceritakan perjalanannya membawa Pisang Goreng Madu ke kancah perkulineran Indonesia.
Berbisnis makanan memang gampang-gampang susah, terlebih jika bisnis masih berada pada skala kecil menengah (UKM). Pasalnya, memasarkan makanan ke luar kota, apalagi luar provinsi, bukanlah hal yang mudah. Kendala pengiriman makanan menjadi PR besar yang harus dipikirkan.
Pisang Goreng Madu Bu Nanik tak gentar pada kendala pemasaran pisang goreng madunya yang dikenal sebagai 'si hitam manis'. Dengan satu dapur yang berlokasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat, sang pemilik, Ibu Nanik, membuktikan kalau pisang goreng madu buatannya mampu dipasarkan ke luar provinsi, bahkan mancanegara.
Awalnya Dianggap Pisang Goreng Gosong
Baca Juga: Same Day Delivery Jadi Layanan Logistik Favorit di Online Shop
Pisang Goreng Madu Bu Nanik awalnya tercipta karena ketidaksengajaan, dengan tujuan memanfaatkan buah pisang sisa katering. Banyak orang menganggapnya sebagai pisang gosong lantaran penampakannya yang kehitaman, tapi mereka akhirnya kepincut pada rasa pisang goreng madu yang legit.
Melihat banyak orang yang suka dengan pisang goreng madunya, Ibu Nanik kemudian memutuskan untuk memasarkannya secara serius. Ia mengikuti banyak bazar, menawarkan pisang goreng madunya kepada para pengunjung bazar meski tak sedikit yang menolak lantaran penampakannya yang seperti pisang goreng gosong.
Di awal, untuk menjual 20 buah pisang goreng madu saja begitu sulit. Tapi lama-kelamaan, ketika semakin banyak orang yang kenal, penjualannya meningkat. "Ada drumer Java Jazz makan pisang goreng madu sampai 7 buah. Ia nanya, 'Bu, ini tuh gajih goreng ya? Kok gurih?' Saya bilang, itu pisang goreng, Mas, bukan gajih," kenang Ibu Nanik.
Ketika di tempat bazar ada antrian orang minta tanda tangan Project Pop, Ibu Nanik ikut antri sambil membawa kartu nama dan pisang goreng madu. "Saya bilang, 'Mba Tika, cobain deh pisang goreng madu saya, ini ada kartu nama juga.' Eh benar, lho, seminggu kemudian ada pesanan dari Tika Panggabean," katanya.
Setiap hari Jumat, Ibu Nanik tak segan naik motor sendiri pergi ke masjid dan menyelipkan brosur pisang goreng madunya di wiper mobil orang-orang yang salat Jumat. Begitu juga di hari Minggu, ia pergi ke Gereja sambil membawa brosur dan melakukan hal yang sama.
"Dulu tahun 2007 belum ada media sosial, sehingga pemasaran dilakukan secara tradisional. Saya kebetulan orang yang ulet, melakukan semuanya sendiri," kata Ibu Nanik di hadapan awak media dan para tamu coffee talk.
Baca Juga: Qrim Express, Layanan Logistik Baru Buat yang Doyan Belanja Online
Ibu Nanik begitu yakin kalau pisang goreng madunya akan sukses, karena ia berkaca pada orang-orang yang telah mencicipinya. "Kalau ada tamu, saya suguhkan pisang goreng madu. 'Aduh maaf, saya kenyang, setengah saja, ya,' kata tamu ketika disuguhi. Tapi ketika sudah dimakan, eh habis dua," katanya berseloroh.
Kesuksesan Ibu Nanik saat ini merupakan buah dari keuletannya. Jika di awal ia hanya bisa menjual pisang goreng madu sebanyak 20 buah, kini berton-ton pisang ia siapkan di dapurnya untuk memenuhi permintaan pelanggan dalam sehari.