Suara.com - Dzawin Nur Ikram, Traveler Ngirit yang Hampir Menjejak Puncak Island Peak
Nama Dzawin Nur Ikram memang kurang familiar sebagai komika atau stand up comedian. Tapi, di antara pecinta konten jalan-jalan dan traveling, nama Dzawin ternyata sudah cukup terkenal lantaran kontennya yang menginspirasi.
Berbeda dengan komika lainnya yang berpetualang dari panggung ke panggung stand up comedy, Dzawin lebih banyak melanglang buana dari pelosok ke pelosok dan dari gunung ke gunung. Termasuk menemui secara langsung kisah dan keadaan di pelosok tentang toleransi, ekonomi, hingga adat istiadat.
Baca Juga: Anti Ribet, Trik Padupadan saat Traveling Perempuan Berhijab
Belajar Toleransi di Pedalaman Kalimantan dan Sulawesi
Alih-alih mengunjungi berbagai tempat wisata, komika kelahiran Bogor ini lebih memilih menjelajah menghampiri suku pedalaman Dayak di Kalimantan, di Desa Juhu. Untuk mencapainya, diperlukan waktu berhari-hari berjalan kaki di dalam hutan belantara. Meski ada sebersit rasa takut, namun terhalau dengan berbagai persiapan matang yang sudah dilakukannya.
"Ke Desa Juhu itu jauhnya parah, gue harus berhari-hari masuk hutan. Dari semua hutan yang pernah gue datangi, itu hutan terseram, banyak lintah dimana-mana. Sampai gue bawa parang berjaga-jaga ada binatang buas," ujar Dzawin kepada Suara.com beberapa waktu lalu di Jakarta.
Setelah sampai lokasi tujuan, ekspektasi tidak sesuai realita. Awalnya, Dzawin sempat mengira suku Dayak akan benar-benar seperti di film atau seperti yang selama ini digambarkan orang. Faktanya, di sana seperti masyarakat pada umumnya, sudah memakai baju dan rumah papan yang cukup layak. Satu hal yang tidak terlupakan, kebaikan masyarakat yang patut diacungi jempol.
Dzawin juga bercerita tentang toleransi. Di tanah Sulawesi atau tepatnya di Sangihe, ia menemukan hewan peliharaan seperti kucing jadi santapan sebagai lauk. Ia melihat betul bagimana proses si kucing disembelih hingga dimasak. Di satu sisi, Dzawin adalah pecinta kucing dan meyakini hewan tersebut tidak untuk dimakan. Tapi ia tidak mempermasalahkannya, karena ia paham itulah adat dan budaya di sana.
Baca Juga: Hobi Jalan-jalan, Ini 7 Pesona Nella Kharisma saat Traveling
Saat Idul Fitri 2018 lalu, ia pun mencoba berlebaran tidak di rumah bersama keluarga, tapi di tanah masyarakat Miangas dan Sangihe yang mayoritas penduduknya adalah non muslim. Tentu saja saat itu ia harus menempuh perjalanan sedikit jauh menuju masjid untuk melaksanakan salat Id.
Dalam vlognya, Dzawin juga sering bertanya pada anak-anak di pedalaman siapa presiden dan ibu kota Indonesia. Satu riset kecil yang membuat miris siapapun yang menontonnya, karena sebagian besar mereka tidak tahu atau salah menjawab.
Menjajaki Pegunungan Himalaya, Island Peak
Masuk dalam salah satu bucket listnya, Dzawin berniat menjelajah puncak tertinggi dunia, Everest. Namun karena semuanya berproses, akhirnya ia memiliki menjelajah puncak Island Peak dengan ketinggian 6600 mdpl.
"Pada awalnya memang ingin Everest, tapi yang gue cari pada dasarnya gue pengen naik gunung yang ada esnya, ada saljunya, itu jarang di Indonesia. Kalaupun ada, hanya di Jayawijaya, tapi itu cuma di puncaknya," ungkap Dzawin.
Komika yang juga lulusan pesantren di Banten ini bercerita bahwa ia berhasil menemukan teman perjalanan dari Indonesia, dan beberapa di antaranya sudah pernah menapaki puncak Island Peak. Dzawin berjalan dengan 8 orang, satu di antaranya anak laki-laki kecil yang datang bersama ayahnya.
Sayangnya, perjalanan yang memakan waktu hingga 8 hari, dan terlalu diforsir, membuat perjalanan Dzawin dan rombongan terkendala lantaran merasakan sesak napas, mual, muntah, dan kepala pusing. Kondisi ini dikenal sebagai penyakit ketinggian.
Tak mau memaksakan diri, ia pun harus rela menggugurkan niatnya sampai puncak. Alhasil, Dzawin dan rombongan dievakuasi dengan helikopter untuk kembali turun. Tapi ia berjanji, setelah tahu track-nya, ia akan kembali menjelajah seorang diri menuju puncak Island Peak.
"Nanti gue mau ke sana sendiri, sudah tahu jalur track-nya, gue mau kesana pakai day pack saja, selebihnya peralatan nyewa di atas, karena butuh peralatan khusus untuk sampai ke puncaknya," ungkap Dzawin.
Dalam perjalanan menuju Island Peak, budget yang dirogohnya bisa mencapai hingga Rp 30 juta. Jadi ada rasa sedikit kekecewaan saat ia tidak bisa mencapai puncak.
Berniat Buat Buku dan Solo Stand Up
Tidak ingin berhenti dalam dunia petualangan, anak kedua dari dua bersaudara ini ingin mengabadikan momen petualanganya dalam media lain, yakni sebuah buku yang akan ia beri judul 'Alasan Pulang'.
Untuk membuatnya, kata Dzawin, ia akan menghilang sementara waktu untuk merampungkan jalan cerita dan kisah yang akan ia jahit. Ia memastikan ada unsur percintaan tapi juga lengkap sarat nilai dan makna cerita di pedalaman Indonesia.
"Abis ini gue mau ngilang, mau nulis buku, entah mungkin ke Bali, kemana pun gue bakal rampungin buku ini, judulnya 'Alasan Pulang'," ungkap Dzawin.
Laki-laki yang berperan sebagai ustad Bambu di 99 Nama Cinta ini juga akan merangkum cerita pedalamannya dalam sebuah stand up comedy tunggal di tahun mendatang. Sayangnya, pertunjukkannya itu tidak akan ia rekam, dan hanya sebatas aksi panggung untuk beberapa penonton.
Gagal Menikah Jadi Pemacu Semangat
Tak banyak yang tahu, aksi petualangan Dzawin memang diakui sebagai pelampisan mengisi waktu, karena ia gagal menikah dengan gadis pujaan hatinya karena satu alasan.
Jadi tidak heran jika selain komika, traveler, dan youtuber, laki-laki kelahiran 22 Agustus 1991 ini juga bisa membuat puisi dan lagu dengan judul 'Kau Harus Tahu', serta lagu yang belakangan ini ia buat berjudul 'Shafina'.
Traveler Ngirit
Komika yang pernah menjuarai kompetisi Maha Raja Lawak di Malaysia ini ternyata tak pernah menghabiskan budget yang fantastis untuk traveling.
Secara gamblang ia mengatakan bahwa untuk perjalanannya selama berbulan-bulan di pedalaman Indonesia, uang yang dihabiskan tidak lebih banyak dari yang dihabiskan selama satu bulan hidup di Bogor maupun Jakarta.
Laki-laki lulusan Strata-1 Sastra Bahasa Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini memang terkenal sebagai traveler yang cukup ngirit. Untuk mencari teman berpetualang, ia akan memanfaatkan komunitas yang ia kenal atau mencari kenalan di media sosial.
Sedangkan untuk tempat singgah, ia lebih memilih menumpang di rumah-rumah penduduk. Sebagai imbalan, ia akan memberikan bantuan berupa tenaga dan kemampuan, seperti bersih-bersih, atau mengepak kopi seperti yang ia lakukan di Toraja.
Untuk makan, Dzawin termasuk sosok yang pemakan segala. Jadi, biasanya, untuk mendapatkan harga miring, ia lebih pilih bertanya penduduk lokal di mana tempat makan yang murah dan enak.