Suara.com - Pengembangan properti berkonsep Transit Oriented Development (TOD) atau Kawasan Berorientasi Transit di Ibu Kota kini masih menggantung.
Perihal TOD ini masih menunggu terbitnya Panduan Rancang Kota dan revisi Peraturan Gubernur Nomor 140 Tahun 2017 tentang Penugasan PT MRT Jakarta sebagai Operator Utama Pengelola Kawasan TOD.
Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat berharap segera terbitnya Pergub tersebut untuk mempermudah membangun TOD. MRT Jakarta adalah pengelola moda transportasi MRT di Ibu Kota.
"Ada PR (pekerjaan rumah) Panduan Rancang Kota atau Pergub 140 yang sekarang ada di Pak Gubernur (Gubernur DKI Anies Baswedan)," tegas Tuhiyat di Wisma Nusantara, Jakarta, belum lama ini.
Baca Juga: Sebelum Naik MRT, Warga Jakarta Bisa Pinjam Buku di Pojok Baca
"Mudah-mudahan keluar sebelum tahun ini berakhir. Itu untuk membangun lima kawasan dulu yang namanya Transit Oriented Development atau Kawasan Berorientasi Transit," sambungnya.
Dengan TOD, akan terjadi koneksi tak hanya masyarakat, tetapi juga transportasi publik baik Transjakarta, mass rapid transit (MRT), kereta api ringan (light rail transit/LRT), dilengkapi jaringan pejalan kaki.
Mengutip jakartamrt.co.id, definisi TOD adalah area perkotaan yang dirancang untuk memadukan fungsi transit dengan manusia, kegiatan, bangunan, dan ruang publik guna mengoptimalkan akses terhadap transportasi publik sehingga dapat menunjang daya angkut penumpang.
"Apa sih kawasan berorintasi transit itu? Terjadinya melting pot atau connecting antara sesama kita, antarkita dengan transport antar transport sehingga orang mudah aksesnya, itu kira-kira intinya," kata mantan Kepala Divisi Treasury, Tax and Insurance PT Antam Tbk ini.
Dengan adanya TOD, ada potensi pertambahan 34.047 unit rumah layak huni. Dari Pergub itu, nantinya akan dibangun lima kawasan TOD.
Baca Juga: Sejak Beroperasi, MRT Jadi Angkutan Primadona Publik
Adapun lima kawasan TOD tersebut, yakni pertama di kawasan sekitar Dukuh Atas. Kawasan tersebut sebelumnya sudah diresmikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kawasan TOD Dukuh Atas yakni dimulai di Jalan Kendal yang berada di bawah flyover Jalan Sudirman. Jalan Kendal, sebelumnya jalan yang dilalui berbagai kendaraan dan akses putar balik. Karena itu akses putar balik tersebut kini sudah ditutup.
"Dulunya Jalan Kendal itu orang untuk akses putar balik, kita tutup. Di situ kita mulai dari situ sehingga ke Railink (kereta bandara) juga, jadi jalan bagus," ucap Tuhiyat.
Nantinya di dekat kawasan tersebut akan dibangun rumah susun atau apartemen yang jaraknya 700 meter dari kawasan tersebut.
MRT juga akan memperbaiki kawasan Dukuh Atas seperti kali dan rumah kumuh. Adapun pembangunan hunian dibuat secara vertikal.
"Kawasan itu kurang lebih radiusnya itu akan diangkat ada perumahan kumuh dan sebagainya, kita akan dirikan rumah susun atau apartemen, radius untuk 700 meter," katanya.
Kawasan kedua yakni Istora Senayan yang menjadi kawasan pusat bisnis. Kawasan Istora bukanlah kawasan hunian, melainkan bisa terkoneksi semua dari kawasan SCBD, Ratu Plaza, Plaza Semanggi, Hotel Mulia hingga Istora Senayan.
"Kita akan KBT (Kawasan Beriorientasi Transit) kan di kawasan Istora Senayan karena itu kawasan elite kawasan pusat. Jadi kalau ada yang mau olahraga, di SCBD di situ nanti ter-connect semua,” jelasnya.
"Tematiknya Istora Senayan itu bukan untuk hunian tapi kita buat untuk connecting bagaimana dia kalau mau sarana olahraga. Bagimana lihat saja contoh-contoh yang ada di London, Hong Kong seperti itu," ucap dia.
Kawasan ketiga adalah Blok M-ASEAN.
"Kami sudah connect, kami sudah MoU (nota kesepahaman) dengan kawasan yang sekarang Blok M. Itu jadi kawasannya sampai kantor Gojek (Pasaraya). Blok M kan punya Pemda itu akan terus dibangun kawasan ini supaya ter-connecting semuanya jadi modern," jelasnya.
Tak hanya itu beberapa taman di kawasan Blok M juga akan diperbaiki. Nantinya taman-taman seperti Taman Martha Tiahahu akan dipercantik dan dijadikan Pusat Baca Nasional.
"Oleh karena itu hunian ini menjadi hunian interconnecting plus taman. Saat rapat dengan Pak Gubernur, saya dengar tadinya mau dijadikan posisi untuk Komite Buku Nasional menjadi Microlibrary," katanya.
"Jadi orang bisa baca di situ seperti di Vietnam itu akan di set-up. Jadi atau tidak kita tunggu. Mudah-mudahan ini jadi. Akan jadi Pusat Baca Jakarta, menjadi Pusat Baca Dunia, Mudah-mudahan. Jadi temanya berdasarkan posisi itu," kata Tuhiyat.
Kemudian kawasan keempat yakni kawasan Fatmawati.
"Di kawasan Fatmawati, karena ini menampung penumpang yang dari selatan. Kemudian Fatmawati ini ada pusat selatan kota, progresif sifatnya karena menapung dari arah Cinere dan sebagainya, bagaimana kawasan itu di set-up ada kawasan vertical ada kawasan garden, taman," ucap dia.
Adapun kelima adalah kawasan Lebak Bulus.
"Kalau di kawasan Lebak Bulus ini kan gerbangnya MRT pertama disana, di Lebak Bulus banyak nanti akan ada vertical building," terangnya.
Karena itu Tuhiyat berharap Pemprov DKI segera mengeluarkan revisi Pergub 140 dan Panduan Rancangan Kota sehingga MRT bisa segera mengeksekusi pengembangan kawasan TOD.
"Pergubnya dan panduan rancangan kotanya keluar dari Pemprov kita gerak cepat mudahan doakan saja," ucap dia.
Tak hanya itu, Tuhiyat mengatakan keuntungan adanya kawasan TOD yakni sebagai melting pot interconnecting sehingga memudahkan orang dalam mobilisasi.
"Bisa jadi melting pot interconetcing memudahkan orang jalan, memudahkan connecting. Saya kira lebih bagus ya untuk sehingga nanti akan menimbulkan inftastuktur dan building menjadi meningkat," kata Tuhiyat.
Dengan konsep TOD, akan memberikan sejumlah keuntungan bagi masyarakat, di antaranya mengurangi penggunaan kendaraan, kemacetan jalan, dan polusi udara, mendukung aktivitas jalan kaki serta gaya hidup sehat dan aktif, juga meningkatkan akses terhadap kesempatan kerja dan ekonomi.
Di sisi lain, dengan membangun TOD maka akan menjadi daya tarik tersendiri, yang turut meningkatkan jumlah penumpang transit dan keuntungan dari penjualan tiket.
Sejumlah masyarakat juga berharap pengembangan TOD segera direalisasikan.
Defia (28), salah satu karyawan swasta di perkantoran kawasan Sudirman menyambut baik adanya pengembangan TOD di lima kawasan tersebut. Hal tersebut nantinya akan mempermudah dirinya yang bekerja di kawasan Sudirman.
"Kalau saya biasanya transit dulu ke Manggarai, terus ke Stasiun Sudirman. Terus harus jalan kaki kalau mau naik Transjakarta. Kalau ada TOD lebih mudah untuk koneksi dengan transportasi lain.”
“Misalnya kalau saya buru-buru, saya bisa naik MRT karena lebih cepat tapi kalau murah naik Transjakarta," ucap Defia.
Karena itu kata Defia dengan adanya TOD, mempermudah masyarakat untuk terkoneksi dengan transportasi laim
"Mempermudah punya pilihan transportasi. Sebelum ada MRT, naik Transjakarta jalannya juga jauh atau enggak naik ojek online. Kalau ada TOD lebih mempermudah. Sekarang kan kondisi belum tertata. Sekarang lebih banyak pilihan transportasi. Lebih mempermudah lagi," tutur dia.
Tina Agustina (27) karyawan di salah satu perusahaan swasta di kawasan Sudirman juga sependapat. Ia mengaku nantinya jika sudah ada TOD sangat bermafaat bagi pengguna transportasi massal.
"Sangat bermanfaat pastinya karena ada integrasi itu kan jadi lebih efisien dan hemat waktu," kata Tina.
Nantinya jika ada kawasan TOD, akan ada hunian di sekitar kawasan. Menurutnya, jika ada hunian di dekat itu sangat menghemat waktu. Ia juga akan melihat harga terlebih dahulu.
"Kalau beli, kalau harganya cuma Rp 20 juta sih pengen, tapi kan nggak mungkin ya," ucap.dia.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan adanya kawasan TOD memudahkan masyarakat dalam menjangkau transportasi.
"TOD memudahkan kita untuk bermobilitas, sehingga nggak usah jauh-jauh," ujar Djoko.
Djoko menuturkan jika sudah terkoneksi antarmoda transportasi masyarakat nantinya akan beralih menggunakan transportasi massal. Namun masyarakat tetap akan memilih transporasi massal yang harganya terjangkau.
"Yang penting masyarakat mau pindah enggak ya. Karena masyarakat biasanya cari yang murah. Kalau yang termurah itu ya bisa. Jadi merubah pola hidup," tandasnya.
Mengubah Budaya Pengguna MRT Jakarta
Butuh waktu sekitar 4 bulan bagi PT MRT Jakarta, pengelola moda transportasi MRT bisa mengubah budaya masyarakat Indonesia yang menggunakan kereta MRT di Ibu Kota.
Bagaimana tidak, sejak MRT Jakarta diresmikan pada 24 Maret 2019 lalu, MRT Jakarta harus bersabar mengubah budaya masyarakat yang semula tidak tertib menjadi tertib saat menggunakan MRT.
Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi MRT Jakarta Tuhiyat menceritakan di awal-awal pengoperasian MRT Jakarta, perlu kesabaran dalam mengedukasi masyarakat yang menaiki MRT.
Ketika dioperasikannya MRT, banyak tingkah tingkah laku masyarakat yang tidak tertib saat menggunakan kereta MRT. Misalnya ada orang yang tidur- tiduran di stasiun, hingga membawa makan di area stasiun.
"Awal-awal luar biasa ada yang tiduran, makan nasi bungkus, memang ini baru. Jadi harus pelan-pelan, ini namanya meng-educated budaya seperti itu," ujar Tuhiyat di Wisma Nusantara, Jakarta.
Menurut Tuhiyat, di situlah tantangan MRT Jakarta mengubah budaya masyarakat Indonesia untuk menjadi tertib dalam menggunakan MRT.
Tuhiyat mengaku iri dengan Singapura, Hong Kong karena masyarakatnya sangat memahami budaya menaiki transportasi umum.
Bahkan ketika itu pihaknya sampai memperbantukan relawan (volunter) guna memberitahukan kepada setiap penumpang yang menaiki MRT Jakarta .
"Empat bulan pertama, luar biasa kita mengubah budaya, saya iri kadang-kadang dengan Singapura, Hong Kong kok bisa dia, antre kayak di elevator, di eskalator pasti dia di sebelah kiri kalau mau stand (berdiri). Jadi kita pelan-pelan.Kita budayakan kiri yang kanan untuk lurus itu," ucapnya.
Ia pun heran masyarakat Indonesia akan tertib saat menaiki transportasi di luar negeri. Karena itu menurutnya mengubah budaya di Indonesia menjadi tantangan tersendiri.
"Nyatanya kalau kita pergi ke Singapura bisa kan? Kenapa di sini (Jakarta) enggak bisa, di situ tantanganya. Kita ayo, kita hire (pekerjakan) volunter, kita ceramah," ucap mantan Kepala Divisi Terasury, Tax and Insurance PT Antam Tbk ini.
Tak berhenti di situ, Tuhiyat pun merasa penasaran dan ingin melihat langsung bagaimana masyarakat dalam menggunakan MRT Jakarta.
Ternyata, saat terjun langsung menggunakan MRT Jakarta, ketika itu ia menemukan masih ada masyarakat yang belum tertib sebagai pengguna kereta MRT.
Akhirnya 4 bulan pertama, masyarakat bisa mulai tertib. Menurut Tuhiyat, 4 bulan adalah waktu yang cukup cepat mengubah budaya di Indonesia dalam hal menggunakan MRT Jakarta.
"Sampai akhirnya empat bulan pertama kita mendapati cukup cepat, cukup cepat," ucap dia.
Tuhiyat mengatakan selain mengedukasi masyarat dalam hal antre, MRT juga mengedukasi agar tidak ada lagi uang tunai saat bertransaksi.
"Yang kita educated adalah cashless. Jangan sampai ada cash di semua stasiun," ucap dia.
Tak hanya itu dengan adanya MRT Jakarta, pihaknya juga ingin membudayakan masyarakat untuk berjalan kaki.
Karena itu MRT Jakarta dan Pemerintah Provinsi Jakarta ketika itu memperbaiki pedestrian dan trotoar sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin.
Bahkan dengan diperbaikinya trotoar dan pedestrian, diharapkan tidak ada lagi pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar.
"Saya bukan tidak pro kepada pedagang kaki lima, fasilitasi mereka di tempat yang semestinya supaya rapih sampah dan sebagainya," kata dia.
MRT Jakarta, kata Tuhiyat, memang tak banyak menyediakan tempat sampah, hanya dua. Ke depan, tempat sampah akan diletakkan di dekat pintu masuk atau keluar stasiun.
"Sementara kita kasih dua, ujung sama ujung, nanti mau dicabut. Jadi kalau ada sampah dibawa dulu sampai keluar stasiun," kata dia.
Selain itu, akan dibuatkan jalur sepeda bagi pengguna masyarakat yang ingin menggunakan MRT Jakarta.
"Pak Gubernur (Gubernur DKI Anies Baswedan) sekarang sudah menyarankan sepeda dan sepeda itu cuma memang kita infrastruktur kurang tidak seperti di Belanda. Kalau di Belanda sepeda ada, jalan kaki ada, train ada, makanya nanti arahnya akan ke situ," jelasnya.
Tidak banyak yang tahu, bahwa potensi pendapatan dari kereta MRT Jakarta didapat dari banyak pos, di antaranya dari pendapatan iklan. Sebab jika hanya mengandalkan penjualan tiket moda transportasi MRT, belum menutup biayai operasionalnya.
Tuhiyat menjelaskan pendapatan MRT Jakarta didapat dari tiga hal yakni tarif tiket perjalanan biasa dengan harga Rp 14.000 (Bundaran Hotel Indonesia-Lebak Bulus), tarif per jarak, dan pendapatan di luar tarif atau non-farebox.
Pendapatan MRT Jakarta dari non-farebox ini mencapai Rp 225 miliar sejak beroperasi pertama Maret 2019 hingga saat ini. Pendapatan non-farebox terdiri dari iklan, telekomunikasi, retail dan naming rights (hak penamaan)
Tuhiyat mengatakan pendapatan yang diperoleh dari iklan sendiri mencapai Rp 124 miliar. Iklan tersebut terpasang baik di dalam stasiun, luar maupun di dalam kereta, terowongan, hingga dinding pembatas area peron dengan jalur rel atau platform screen doors (PSD).
Adapun pemasangan iklan berdasarkan lelang dengan beberapa perusahaan.
"Totalnya sekitar Rp 124 miliar. Ini iklan kalau anda ke ground, elevated, semuanya iklan, orang yang mau pasang iklan bukan ke kita karena ada pemenangnya," kata Tuhiyat.
Pendapatan kedua non-farebox didapat dari telekomunikasi.
"Semua provider yang ada di MRT bisa akses di bawah tanah. Dulu awal-awal hanya Telkomsel, sekarang all provider. Walau ini cuma kecil kita akan fasilitasi. Kontribusinya sekitar Rp 3 miliar. Cuma untuk Wifi, telekomunikasi, kemudian bisnis untuk mesin EDC," kata dia.
Selain itu, pendapatan MRT Jakarta juga diperoleh dari bisnis retail.
Retail dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok branded dan kedua kelompok UMKM.
Dari 13 stasiun, ada empat sampai lima Stasiun yang diisi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan produk kreatif.
Namun untuk mendaftarnya, para pelaku UMKM bisa langsung mendaftarkan diri ke Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang kini bergabung kembali dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di bawah Menteri Wishnutama.
Meski pendapatannya dari UMKM kecil, Tuhiyat meyakini akan memberikan dampak banyaknya masyarakat yang menggunakan MRT.
"Berapa porsinya? Hanya 1 persen dari revenue kita. Yang apa yang menarik bukan pendapatannya, yang kita lihat, efek orang naik MRT jauh lebih banyak karena adanya ketertarikan," ucap dia.
Pendapatan lain yang didapat MRT berasal dari naming rights stasiun dengan sejumlah perusahaan.
Saat ini ada lima stasiun yang menggunakan naming rights yakni Stasiun MRT Lebak Bulus, Stasiun MRT Blok M, Stasiun Istora, Stasiun Setiabudi, Stasiun Dukuh Atas.
Naming rights stasiun tersebut yakni Stasiun MRT Lebak Bulus Grab, Setiabudi MRT Astra, Stasiun Istora Mandiri, Stasiun Dukuh Atas BNI dan Stasiun Blok M BCA.
"Ini juga terbesar porsinya ( pendapatan nonfarebox). Sekarang ada lima yaitu Blok M, Dukuh Atas, Istora, Setia Budi, dan Lebak Bulus. Terbesar dan termahal ada di ujung," ucap dia
Tuhiyat menuturkan kontrak dengan perusahaan tersebut terkait naming rights yakni 2-5 tahun.
Pendapatan dari naming rights adalah pendapatan paling besar untuk saat ini. Untuk nama Lebak Bulus Grab saja, pendapatan bisa mencapai Rp 33 miliar per tahun.
"Naming rights itu dari semua non-farebox adalah saat ini ada yang paling terbesar baru setelah itu iklan. Nominal saya enggak terlalu hapal, tapi kaiau Grab kurang lebih sekitar Rp 33 miliar per tahun," ucap dia.
Adapun stasiun lain kata Tuhiyat masih dalam proses lelang.
Sementara untuk naming rights stasiun Bundaran Hotel Indonesia, pihaknya menahan sementara untuk tidak djual. Namun jika dijual, pihak MRT Jakarta akan menawarkan harga yang paling tinggi.
"(Stasiun lain) masih dalam proses. Yang kita hold adalah stasiun MRT Bundaran HI. Karena sudah pusat kota, sudah diujung disebut terus di setiap stasiun. Pokoknya kita jual paling mahal," tutur dia
Lebih lanjut, Tuhiyat menegaskan prinsipnya naming rights stasiun tidak boleh menghilangkan nama stasiun, namun hanya nama tambahan.
"Prinsipnya tidak boleh meghilangkan nama stasiun hanya ada tambahan, enggak pernah menghilangkan. Setia Budi Astra, Lebak Bulus Grab," kata dia.
Sementara stasiun yang tidak boleh terdapat naming rights yakni Stasiun ASEAN. Tuhiyat mengatakan dengan MRT berlokasi di depan Stasiun SEAN berdampak pada MRT Jakarta yang mendunia.
"Satu-satunya yang tidak boleh dijual adalah ASEAN. Karena di situ ada Sekretariat ASEAN. Dia nggak bayar tapi impact MRT mendunia lewat dia (ASEAN) dan nggak boleh ada nama lain," kata Tuhiyat.
Selain itu kata Tuhiyat, pendapatan yang didapat MRT juga dari adanya pengembangan TOD. Sebab dengan adanya pengembangan TOD bisa meningkatkan keuntungan dari penjualan tiket.
"Pendapatan TOD dan MRT bisa mencapai hampir Rp 242 triliun jika semuanya sudah berhasil berjalan. Untuk modal TOD, paling setengah dari jumlah tersebut," katanya.
Uji Coba Bisa Pakai QR Code
Sejumlah upaya dilakukan PT MRT Jakarta untuk mempermudah masyarakat yang ingin menggunakan kereta MRT Jakarta.
Salah satu upaya MRT Jakarta yakni kedepan penumpang bisa menggunakan QR Code tanpa menggunakan kartu.
Tuhiyat mengatakan akan ada uji coba penggunaan QR code yakni pada 1 Desember 2019.
Ia pun berharap kedepan pada 1 Januari 2020 mendatang tidak ada permasalahan penumpang yang akan menggunakan MRT Jakarta
"Akan hadir QR code. QR code itu pakai Handphonesemua. 1 Desember kami akan uji coba. Karena 1 Januari diharapkan sudah tidak ada lagi persoalan harus lancar," ujar Tuhiyat.
QR Code sendiri merupakan kode matriks atau barcode dua dimensi yang berasal dari kata "Quick Response" di mana isi kode tersebut bisa diuraikan dengan cepat dan tepat.
Untuk menggunakan aplikasi tersebut masyarakat bisa mengunduh aplikasi MRT-J yang ada di android ataupun iOS
Nanti setelah aplikasi terisi saldo, penumpang bisa langsung scan QR code saat masuk di pintu Tapping tiket Stasiun MRT.
"Pulsanya tetap anda isi, tapi nanti pakai scan. Aplikasinya ada di ios dan android," ucap Tuhiyat.
Disamping menggunakan QR kedepannya, MRT Jakarta akan mengeluarkan kartu multi trip dengan nama "Kartu Jelajah".
Kartu tersebut akan terbit pada 25 November 2019 mendatang.
Tuhiyat menuturkan kartu multi trip Jelajah tersebut sama seperti uang elektronik yang dikeluarkan bank. Jadi fungsinya bisa menyimpang uang.
"Multi trip hampir sama dengan uang elektronik karena multii trip menyimpan uang anda. Memang ada uang pembelian kartunya," kata dua.
Selanjutnya ada STT (Single Trip Ticket). Kartu tersebut diperuntukkan bagi turis ataupun penumpang yang hanya sekali berpergian.
"STT ini untuk turis, karena STT ini kalau ada refund Rp 15 ribu, jadi nggak perlu beli Rp 15 ribunya beli tripnya saja , dipintu keluar begitu masuk ditelen, kita akan ubah seperti di luar negeri," ucap dia..
Keunggulan kartu Multi Trip Ticket ataupun STT memiliki keunggulan yakni kecepatan dalam melakukan tapping tiket di stasiun MRT.
"STT dan MTT 0,0 sekian detik. Lebih cepat karena dia adalah yang punyanya dibanding uang elektronik, penumpang harus nunggu," kata Tuhiyat.
Kemudian pembayaran MRT Jakarta dengan cara lain yakni menggunakan uang elektronik yang dikeluarkan bank.
Diketahui ada lima jenis kartu uang elektronik dari lima bank dari Himbara (Himpunan Bank Negara) serta DKI dan Bank BCA.
Tuhiyat menuturkan memang kartu uang elektronik yang dikeluarkan Bank memang membutuhkan waktu melakukan taping tiket. Sebab kartu tersebut memang tidak dirancang koneksi cepat dengan MRT Jakarta.
"Yang kita perhatikan ada jeda karena memang tidak desain link in dengan ini apalagi kalau uang elektronik yang lama - lama suka bermasalah," kata dia.
Lebih lanjut, Tuhiyat menuturkan adanya pilihan pembayaran tersebut bukanlah menghilangkan pilihan, melainkan melengkapi pilihan masyarakat dalam menggunakan MRT Jakarta
"Jadi itu bukan menghilangkan tapi saling melengkapi mana pilhan anda, karen MTT menyimpan dana. Sementara ini top up di setiap statsiun. Nanti kta kembangkan pakai hp," ucap dia.
Merliana (30) salah satu pengguna MRT menyambut baik adanya langkah MRT adanya QR Code.
Menurutnya penggunaan QR Code sangat mempermudah saat menggunakan MRT.
Sebab dengan adanya QR Code, tak perlu lagi membawa kartu.
"Lebih simpel jadinya. Karena kan pakai hp tinggal scan. Jadi gk usah ribet bawa kartu. Kalau punya kartu juga, misalnya hilang kan bisa pakai barcode," ucap Merliana.
Hal yang senada dikatakan Firmansyah (35). Firman mengapresiasi langkah MRT Jakarta yang akan menggunakan QR Code untuk pembayaran MRT. Ia meyaki dengan adanya QR COde, semakin banyak masyarakat yang menggunakan MRT.
"Harus diapresiasi inovasi-inovasi MRT yang akan meluncurkan QR Code untuk pe ngguna MRT," kata Firmansyah.