Rupanya, bisnis ini terus tumbuh. Dari berjualan lewat gerobak menjadi sebuah gerai kecil berukuran 2x3,5 meter di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang modalnya ia pinjam dari seorang teman sebesar Rp 20 juta.
Tahap demi tahap dia lalui, mulai dari penataan konsep warna toko, tata pencahayaan, hingga memasak, dan melayani sendiri.
"Saya jalani sendiri, dan saya tidur di sana menyatu dengan dapur di outlet pertama, setiap habis operasional pukul 22.00 WIB, saya bersihkan lumuran minyak, saya pel, kemudian pakai alas kertas roti dan tumpukan selimut untuk tidur setiap harinya," cerita Ali.
Usahanya pun tak sia-sia, dari omzet satu bulan per outlet sekitar Rp 30.000 per hari, akhirnya delapan bulan usahanya berjalan, Ali mampu mengembalikan modal usaha yang dia pinjam sebesar Rp 20 juta.
Baca Juga: Idap Kelainan, Pemuda Ini Hanya Makan Makaroni Keju Seumur Hidup
Hingga saat ini, gerai Makaroni Ngehe sudah tersebar di area Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Karawang, Purwokerto, Semarang, Surabaya, Malang, dan Palembang. Camilan ini sudah memiliki 33 outlet dan sekitar 350 karyawan.
Nama 'Ngehe' sendiri, jelas dia, selain diambil dari sebuah umpatan karena perjalanan hidupnya yang sulit, belakangan memiliki arti yang sangat inapiratif, yakni Nationalism, Giving, Enterpreneurship, Humanism, dan Envorinment.
"Intinya, ketika kita punya target sejauh mana kita mau jadi seseorang, ketika punya proyeksi diri di masa depan, seberat apapun pasti kita bisa lalui," tutupnya.