Suara.com - Mengenal Anchorage Alaska, Kota Hijrah yang Punya Siang Hari Cuma 3 Jam.
Komunitas muslim di Anchorage, Alaska, AS kian berkembang. Banyak migran muslim dari berbagai penjuru dunia hijrah dan menemukan kedamaian di sana. Apa tantangan hidup muslim di kota terbesar di Alaska?
Anchorage, kira-kira berjarak 10 ribu kilometer dari Mekah, Arab Saudi. Namun, kota ini semakin menarik perhatian karena pertumbuhan muslim di sana.
Banyak migran muslim hijrah ke sana dan menemukan kedamaian di wilayah yang dulunya milik Rusia dan dibeli Amerika itu. Berbagai komunitas muslim terbentuk, dan kini di kota itu, warga muslim bisa menemukan toko kelontong barang-baranag kebutuhan sehari-hari yang halal, restoran halal dan bahkan masjid.
Baca Juga: Tak Dapat Izin Sultan, Acara Muslim United Pindah ke Masjid Jogokaryan
![Kota Anchorage, Alaska [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/10/29/94108-kota-alaska.jpg)
Mengutip VOAIndonesia, jumlah warga muslim di Anchorage saat ini memang belum begitu besar. Jika pada tahun 2014, tercatat ada 3000 warga pemeluk Islam, pada akhir tahun 2018 jumlahnya sudah hampir mencapai 4000 orang.
Sam Obeidi, Wakil Direktur Pusat Komunitas Islam Anchorage, mengatakan. komunitas muslim di Anchorage, merupakan salah satu komunitas yang paling fleksibel di AS. Menurutnya, ini karena keberagaman etnis dalam komunitas itu.
Di banyak kota lain di AS, kebanyakan masjid terkait dengan satu kelompok etnis, namun tidak demikian halnya di Anchorage. Karena kecilnya komunitas muslim, kegiatan sholat Jumat, contohnya, diikuti warga dengan berbagai latar belakang etnis.
“Di sini ada orang-orang Arab, orang-orang Gambia, Pakistan, India, Myanmar
Albania, Somalia, Sudan, Mesir, Palestina, Irak, Bangladesh, Myanmar, Rusia, Malaysia, dan bahkan Indonesia," kata Obeidi.
Baca Juga: Guru Non-Muslim di Amerika Ikutan Berpuasa Demi Menghormati Muridnya
Islamic Community Center Anchorage Alaska -demikian masjid itu dinamakan- terletak di sebuah kawasan bisnis, dan bertetangga dengan gereja Presbiterian Korea, sejumlah bengkel mobil, dan restoran. Tidak heran, ketika berada di masjid itu, terdengar beragam bahasa. Kondisi ini sama persis seperti halnya sekolah-sekolah di Anchorage, di mana lebih dari 100 bahasa terdengar sehari-hari.