Lalu, apa kata pengamat karyanya? "Buku ini menjadi saksi akan kecermatan rasa pertanggungjawaban Camus yang membuatnya menjadi manusia dan penulis yang baik," tulis Christian Science Monitor terhadapnya.
>>LIHAT Perlawanan, Pemberontakan, Kematian di Serbada.com!
3. Seni, Politik, Pemberontakan
Dalam satu bagian, Albert Camus mengatakan, "Seni, seperti pemberontakan, adalah sebuah gerakan yang pada waktu bersamaan bersifat mengagungkan sekaligus mengingkari."
Baca Juga: Belajar Pemikiran Tan Malaka dari 3 Karya Terbaiknya
Leon Trotsky mengungkapkan bahwa banyak seniman yang menjalankan kreativitas seninya dalam rangka mencari kedudukan dan prestasi politis, atau sekadar menyelamatkan diri dari kemungkinan malapetaka politis, dengan membuat karya yang mengagungkan para penguasa. Di sisi lain, Barbara Rose dengan cerdik mengungkapkan dimensi protes yang terkandung dalam kreativitas seni.
Dikatakan bahwa hubungan seniman dengan masyarakat adalah juga ibarat orangtua dan anak. Masyarakat sebagai orangtua, membuat aturan-aturan yang mengekang kreasi seniman yang dianggap selalu melanggar tatanan yang sudah baku.
Sebaliknya, seniman ibarat remaja yang bosan dengan tradisi kolot dan membayangkan sebuah tatanan baru yang lebih baik. Maka terjadilah proses dialektik yang hidup, antara masyarakat yang konservatif dengan seniman yang inovatif. Hingga pada akhirnya didapat semacam kesimpulan, bahwa seni adalah kreativitas untuk mengekspresikan kehendak inovatif, untuk mengubah dunia lama menuju dunia baru melalui pengalaman estetis.
Buku ini pun diakhiri dengan tulisan dari Nicola Chiaromonte, yang menghadirkan drama tragedi perseteruan Albert Camus dan Jean-Paul Sartre.