Penggiat Batik Miris Lihat Motif Batik Parang di Ban Motor, Ini Alasannya

Senin, 28 Oktober 2019 | 07:05 WIB
Penggiat Batik Miris Lihat Motif Batik Parang di Ban Motor, Ini Alasannya
Motif batik parang dulu hanya digunakan anggota keraton. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penggiat Batik Miris Lihat Motif Batik Parang di Ban Motor, Ini Alasannya

Perdebatan seputar penggunaan motif batik yang tak sesuai dengan fungsinya sempat ramai dibahas oleh netizen. Nah, tahukah Anda bahwa dulu tak semua orang bisa menggunakan batik?

Ya, salah satunya adalah batik larangan keraton yang pada zaman dahulu hanya dikenakan para petinggi kerajaan.

Sampai akhirnya, terjadi kesepatan antara pemerintah dengan para raja di Indonesia agar motif batik boleh dikenakan masyarakat luas, demi meningkatkan perekonomian.

Baca Juga: OOTD ala Retno Marsudi, Menlu yang Suka Pakai Batik dan Tenun

Bebas dikenakan tapi bukan berarti asal pakai batik larangan, seperti motif parang misalnya. Penggiat Batik Suroso pernah miris menemukan motif batik ini diterapkan pada ban mobil dan alas kaki. Meskipun tidak dilarang, ia merasa hal itu tidak etis mengingat kesakralan motif batik.

"Maksudnya baik untuk memperkenalkan batik di kalangan mereka dan punya fungsi, kalau sendal sepatu supaya tidak licin, tapi mboh jangan motif larangan, kemudian ban adalah motifnya ban di buat di Indonesia dengan nilai budaya tapi jangan parang," ujar penggiat batik Suroso dalam acara Batik dan Wastra Indonesia di Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (27/10/2019).

"Bukan apa-apa tidak ada yang melarang, hanya kita hargai kalangan keraton, hargai para seniman, para keluarga raja yang memang meng-create batik itu," sambungnya.

Pemilik workshop dan outlet Batik Pohon itu mengungkap bahwa pembuatan motif larangan dan parang tidaklah asal. Suroso memperkirakan ada sejumlah tradisi sebelum motif itu dibuat, seperti melakukan semedi alias bertapa di daerah tertentu.

Suroso dalam acara Batik dan Wastra Indonesia di Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (27/10/2019). (Suara.com/Dini Afrianti)
Suroso dalam acara Batik dan Wastra Indonesia di Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (27/10/2019). (Suara.com/Dini Afrianti)

"Yang namanya motif parang itu sebenernya konon tidak sembarangan dibikin gambar, tapi melalui semedi dulu di Pesisir Selatan, itu bukan orang sembarangan yang bikin motif itu, yang bisa buat motif parang manual tanpa ada gambar itu," jelasnya.

Baca Juga: Gibran All Out Pilkada Solo, Kemeja Batik Indonesia Raya Diproduksi Massal

Suroso menambahkan, makna batik bukan sekedar busana tapi ada nilai dan filosofi yang cukup dalam pada setiap motif batik. Jadi diharapkan pemakai batik tidak asal, menerapkan motif batik di satu tempat, khususnya motif batik dengan makna dalam seperti larangan dan parang.

"Nah yang jadi masalah itu, boleh sebenernya digunakan hanya, biasanya orang tahu diri, ketika orang mengunjungi keraton. Ada satu acara, mungkin wisata sejarah ke Keraton, saya tahu diri, tidak akan pakai parang, karena menyamai levelnya raja," tuturnya.

"Yang buat kita harus jaga sikap adalah, supaya batik itu tidak diaplikasikan pada tempat yang tidak pantas," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI