Suara.com - Situs Gedog di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, tempat yang diyakini sebagai reruntuhan Candi Gedog, menyimpan kisah tragis pembunuhan seorang tokoh oleh kelicikan manusia yang diperbudak keserakahan.
v
Situs Gedog dimana satu pohon beringin tua yang diyakini berusia ratusan tahun itu juga dikenal warga sekitar sebagai Punden Joko Pangon. Tempat dimana warga melakukan upacara nyadran. Di tempat itu pula, setidaknya setahun sekali, warga Kelurahan Gedog menyelenggarakan upacara "bersih desa".
"Setiap bersih desa kita lakukan di sini, tempat dimana 'danyang' wilayah Gedog berada," ujar Subagyo (47), tokoh masyarakat Gedog kepada Suara.com.
Baca Juga: Travel Mistis: Kisah Maria van de Velve, Si Cantik Penghuni Pulau Onrust
Tidak hanya warga Gedog, warga dari kota-kota di sekitar Blitar juga sering datang ke Punden Joko Pangon itu. Mereka biasanya sedang menghadapi masalah yang berat dalam hidupnya, mulai dari masalah dalam hubungan rumah tangga hingga masalah hutang. Tapi tidak sedikit orang datang ke Punden Joko Pangon untuk meminta kelancaran dalam mencari rezeki hingga mencari nomor togel.
Menurut Subagyo, warga biasanya datang ke Punden Joko Pangon malam hari, melakukan ritual tertentu, membakar kemenyan dan meletakkan sesaji di bawah pohon beringin. Sesaji itu dipersembahkan kepada danyang yang menjaga wilayah Gedog dan sekitarnya. Danyang atau arwah leluhur yang diyakini tinggal di Punden Joko Pangon tidak lain adalah Mbah Joko Pangon, orang yang dianggap sebagai pembuka wilayah Gedog dan sekitarnya.
Kisah Joko Pangon, yang terjaga secara turun temurun dalam dongeng lisan, sebenarnya mengandung sebuah tragedi.
"Mbah Joko Pangon ini konon datang dari wilayah barat. Mungkin dari Solo, mungkin berasal dari keluarga bangsawan Mataram Islam atau setidaknya prajurit Mataram. Dia awalnya, mungkin, tinggal di Candi Gedog, yang pada waktu itu masih tegak berdiri," ujar Subagyo.
Tanpa sanak saudara, Joko Pangon kemudian diangkat anak oleh seorang janda bernama Swansan.
Baca Juga: Bongkahan Batu Diduga Terkait Situs Candi Gedog di Blitar Kembali Ditemukan
Sembari membantu Swansan mencari kayu bakar di hutan, Joko Pangon juga bekerja pada seorang juragan di Kelurahan Bendogerit. Tugas Joko Pangon adalah memelihara kerbau milik juragan itu. Imbalannya, anak kerbau jantan menjadi milik Joko Pangon dan yang betina milik juragan itu.
Rupanya keberuntungan berpihak pada Joko Pangon. Kerbau-kerbau juragan itu lebih banyak melahirkan anak jantan. Hal ini membuat juragan geram. Maka diubahlah kesepakatan dengan Joko Pangon, yaitu anak kerbau betina yang boleh dimilikinya dan sebaliknya.
Tapi sejak kesepakatan diubah, kerbau-kerbau sang juragan lebih banyak melahirkan anak-anak kerbau betina. Sang juragan geram. Dia perintahkan sejumlah orang untuk membunuh Joko Pangon. Caranya, tangan dan kaki Joko Pangon diikat kemudian dimasukkan ke dalam sumur tua di kompleks Candi Gedog.
Berkat bantuan anjing milik Swansan, Joko Pangon kemudian ditemukan oleh ibu angkatnya meski sudah terlambat.
"Ini memang dongeng yang mengandung kisah tragis terkait Joko Pangon yang kami anggap sebagai leluhur kami. Di sinilah, di bawah pohon beringin ini kami yakini sebagai sumur tempat jasad Mbah Joko Pangon berada," ujar Subagyo.
Hingga Tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur memulai ekskavasi Situs Gedog awal Oktober ini, warga masih meyakini Situs Gedog adalah tempat bersemayamnya arwah leluhur mereka, Joko Pangon. Lantas, apalagi kisah misteri atau legenda urban lainnya seputar Situs Gedog? Tunggu artikel bagian kedua tentang kisah misteri Candi Gedog.
Kontributor : Agus H