Menyimak Gagasan Kebangsaan Tan Malaka Lewat "Dari Penjara ke Penjara"

Selasa, 15 Oktober 2019 | 18:28 WIB
Menyimak Gagasan Kebangsaan Tan Malaka Lewat "Dari Penjara ke Penjara"
Ilustrasi sosok Tan Malaka. [Suara.com / Ema]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sosok Tan Malaka atau yang bernama lengkap Ibrahim Datuk Sutan Malaka --nama asli Ibrahim sedangkan Datuk Sutan Malaka adalah gelar adatnya-- mungkin bagi sebagian orang masih menjadi misteri, terutama di beberapa bagian kisah hidupnya. Namun sementara itu, Tan Malaka yang wafat di Kediri, 21 Februari 1949, adalah juga tokoh pejuang yang meletakkan dasar-dasar kebangsaan --hingga Tempo menyebutnya sebagai Bapak Republik Indonesia.

Untuk mengenal apalagi memahami sosok Tan Malaka, pria kelahiran Suliki, Limapuluh Kota, Sumatera Barat, 2 Juni 1897, itu memang antara lain bisa dilakukan melalui karya-karyanya. Dan salah satu karya pentingnya adalah buku bertajuk "Dari Penjara ke Penjara" yang ditulis pada tahun 1948. Ini adalah buku yang oleh Tempo disebut sebagai salah satu buku paling berpengaruh atau memberikan kontribusi terhadap gagasan kebangsaan.

Sebagaimana disampaikan penerbit Nuansa Pressindo, Tan Malaka menulis buku "Dari Penjara ke Penjara" dalam dua jilid terpisah. Jilid pertama menuturkan tentang pergulatannya di penjara Hindia-Belanda dan Filipina, sedangkan jilid kedua menceritakan tentang "perjalanan"-nya dari Shanghai, Hong Kong, hingga kembali ke tanah air. Dalam buku ini, kedua jilid tersebut dirangkum menjadi satu.

"Buku ini saya beri nama Dari Penjara ke Penjara. Memang saya rasa ada hubungannya antara penjara dengan kemerdekaan sejati. Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan diri-(nya) sendiri," tulis Tan Malaka memperkenalkan bukunya.

Baca Juga: Baru Dibebaskan 2 Jam, Mantan Napi Nekat Maling Lagi karena Rindu Penjara

Disebutkan pula bahwa meski berada di balik jeruji, Tan Malaka diketahui tetap berusaha "mendobrak" semangat perjuangan rakyat Indonesia. Baginya, barang siapa yang ingin menikmati hakikat kemerdekaan secara utuh, maka harus ikhlas dan tulus menjalani pahit serta getirnya hidup terpenjara. Masalahnya sekarang, sudah tercapaikan kemerdekaan secara utuh itu?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI