Paparan media massa terhadap citra diri dan ketenarannya lambat laun bisa memicu seseorang yang sukses dan terkenal untuk mengalami stres berat dan depresi. Misalnya dari gosip dan berita hoax, serta banjir komentar negatif dari warganet.
Berita-berita media massa tentang kesuksesannya juga bisa membuat mereka terus-menerus membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang terlihat lebih sukses atau terkenal. Lambat laun, tekanan berat ini bisa menggerogoti kesehatan mentalnya.
Kecenderungan depresi atau penyakit mental lainnya yang berakhir pada tindak bunuh diri juga bisa berakar dari ketenaran instan yang mereka dapat. Stres berat untuk berusaha memenuhi ekspektasi muluk-muluk dan super tinggi dari orang-orang sekitar agar tidak mengecewakan fans dapat memupuk gejala depresi.
Terkadang saat Anda sudah mencapai puncak tertinggi dari kesuksesan karir, depresi bisa menjadi jangkar yang membuat Anda terpuruk hingga ke dasar paling dalam dan tergelap dalam hidup karena Anda terus-terusan dibombardir dengan permintaan dan harapan orang lain untuk meningkatkan kualitas karya Anda atau harus menjadi lebih baik lagi.
Baca Juga: Live Instagram Sebelum Bunuh Diri, Ini yang Dikatakan Sulli
Selain itu, paparan media massa yang memberitakan kasus bunuh diri yang seakan tak ada hentinya juga bisa memicu orang yang sudah rentan bunuh diri untuk nekat menjalani aksinya. Misalnya, lagi-lagi aksi bunuh diri dua sahabat dekat Chester Bennington dan Chris Cornell. Kematian Cornell dipercaya kuat memengaruhi Chester untuk ikut mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama persis: gantung diri.
3. Miras dan alkohol
Gaya hidup glamor di kalangan papan atas yang rentan pengaruh minuman keras dan narkoba bisa memicu risiko depresi dan bunuh diri. Miras dan narkoba dapat menyebabkan kecanduan jika terus dikonsumsi berlebihan dalam jangka panjang. Kecanduan itu sendiri bisa berangkat dari awalnya coba-coba yang kemudian dijadikan pelarian saat menghadapi tuntutan pekerjaan yang mahaberat.
Meski begitu, kebanyakan kasus ketergantungan miras dan narkoba ternyata lebih dulu diawali oleh depresi. Hampir sepertiga orang yang lebih dulu memiliki depresi berat kemudian baru mengembangkan masalah ketergantungan alkohol. Bahkan sejumlah penelitian melaporkan bahwa remaja yang mengalami depresi berat bisa dua kali lebih rentan untuk mulai minum-minum miras, ketimbang remaja yang tidak menderita depresi.
Sebuah penelitian dari Cornell University Medical College di New York melaporkan bahwa lebih dari lima puluh persen dari total kasus bunuh diri di dunia terkait dengan kecanduan minuman keras dan obat-obatan terlarang. Risiko percobaan bunuh diri bahkan diketahui 120 kali lebih tinggi dialami oleh orang dewasa yang kecanduan miras daripada orang dewasa yang tidak.
Baca Juga: Top 5 Lifestyle : Sulli Bunuh Diri, Cardigan Kurt Cobain Dilelang
Jika seseorang yang sudah menderita depresi terbiasa minum alkohol, gejala depresinya bisa makin memburuk sehingga cenderung berpikiran untuk bunuh diri. Terlebih, efek memabukkan alkohol bisa membuat orang bertindak nekat tanpa pikir panjang. Ini pemikiran bunuh diri yang sudah menghantui sebelumnya semakin menjadi-jadi dan dibuat nyata setelah “dibantu” dengan pengaruh minuman keras.