Suara.com - Hari Anak Perempuan Internasional, Perkawinan Anak Bisa Hambat Potensi
Memeringati Hari Anak Perempuan Internasional pada 11 Oktober, negara masih memiliki banyak PR dalam mengembangkan potensi anak-anak perempuan di negeri ini. Salah satu masalahnya adalah perkawinan anak.
Dikatakan oleh Lenny N. Rosalin selaku Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian PPPA, angka perkawinan anak masih tinggi. Banyak sekali perempuan yang menikah dalam usia yang tergolong masih anak-anak terutama di desa-desa.
"Masalah memang hanya soal perkawinan, tapi merembetnya bisa kemana-mana. Akibat anak perempuan menikah di bawah usia yang sudah ditetapkan bisa mengakibatkan angka kematian ibu, kematian anak, masalah rumah tangga, ekonomi, hak pendidikan, reproduksi, stunting, pemahaman ibu belia saol gizi dan nutrisi, dan masih banyak lagi," ungkap Lenny saat ditemui Suara.com usai forum media talk, Jumat (11/10/2019) di Jakarta Pusat.
Baca Juga: Hari Anak Perempuan Internasional, 7 Fakta Spesial Anak Perempuan
Lebih lanjut ia mengamati akibat dari rembetan persoalan-persoalan yang masih dialami anak-anak perempuan di Indonesia. Hambatan-hambatan itu tentunya menjadi kendala bagi anak untuk mengembangkan potensi mereka.
"Anak-anak perempuan yang semestinya mendapat hak pendidikan, mengembangan bakat, belajar, kehidupan yang layak dan sesuai usia mereka, belajar hal baru, jadi terhambat karena harus menjalani peran baru sebagai istri dan ibu," tambahnya.
Menurut Lenny, penerapan undang undang perkawinan anak yang sudah ditetapkan menjadi 19 tahun harus benar-benar bisa ditegakkan. Tentunya agar anak-anak perempuan Indonesia dapat bersaing dengan anak perempuan secara global.
"Ini menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak. Pemerintah, orangtua, berbagai organisasi, tokoh agama, budaya, lembaga pendidikan, dan kesehatan untuk bersama-sama menekan angka perkawinan anak," tandasnya.
Baca Juga: Hari Anak Perempuan, 5 Cerita Siswa Jadi Menteri Hingga Dubes Sehari