Komnas Perempuan : Korban Kekerasan Berbasis Gender Perlu Berani Bicara

Ade Indra Kusuma Suara.Com
Jum'at, 11 Oktober 2019 | 08:21 WIB
Komnas Perempuan : Korban Kekerasan Berbasis Gender Perlu Berani Bicara
Komnas Perempuan : Korban Kekerasan Wanita Perlu Didorong Berani Bicara [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komnas Perempuan : Korban Kekerasan Berbasis Gender Perlu Berani Bicara.

Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh mengatakan kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) di Indonesia meningkat setiap tahun.

Terakhir, pada 2018 Komnas HAM mencatat ada 95 kasus dari sebelumnya hanya lima kasus pada 2016. Adapun bentuk-bentuk kekerasan di dunia maya antara lain pelecehan online, sexting, perdagangan manusia dan online rekrutmen.

Dalam menyambut momen hari anak perempuan, Riri meyakini jumlah kasus tersebut lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kasus sebenarnya di masyarakat. Sebab, kata dia, sebagian besar perempuan yang menjadi korban di ranah online tidak tahu harus melapor kemana.

Baca Juga: 5 Potret Cinta Laura Jadi Duta Anti Kekerasan Perempuan dan Anak, Panutan!

"Dari kasus-kasus itu, yang paling banyak – yaitu sekitar 61 persen dari kasus yang ada – terkait dengan ancaman dari pelaku untuk menyebarkan video dan foto pribadi," jelas Riri Khariroh di Jakarta, Kamis (10/10) seperti mengutip VOAIndonesia.

Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh dan Co Director Hollaback Jakarta Anindya Restuviani saat berdiskusi bersama aktivis perempuan lainnya di Jakarta, Kamis (10/10/2019). Foto: [VOA/Sasmito]
Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh dan Co Director Hollaback Jakarta Anindya Restuviani saat berdiskusi bersama aktivis perempuan lainnya di Jakarta, Kamis (10/10/2019). Foto: [VOA/Sasmito]

Riri menambahkan pelaku kekerasan berupa penyebaran data pribadi perempuan sebagian besar merupakan pasangannya yakni pacar atau suami. Salah satu motifnya yaitu ingin menjatuhkan pasangan perempuannya ketika sedang bermasalah.

"Dari segi umur, rata-rata yang mengadu ke Komnas Perempuan masih sangat muda. Kategori umurnya itu sekitar mulai 20-35 tahun. Banyak yak sekali yang putus asa dan ingin bunuh diri karena martabatnya di ujung tanduk," tambahnya.

Riri Khariroh menjelaskan lembaganya telah berkoordinasi dengan Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengatasi kekerasan berbasis gender online dan penyelewengan data pribadi. Sebab, kata dia, para pelaku kekerasan selama ini kerap tidak mendapatkan sanksi apapun sehingga menyuburkan impunitas kasus kekerasan terhadap perempuan.

Korban tak berani melapor - Slide di artikel selanjutnya

Baca Juga: Komnas Perempuan Wujudkan Transportasi Online Aman dari Kekerasan Perempuan

Masalah lainnya yaitu korban kekerasan berbasis gender online ini juga kurang berani melapor. Karena itulah, Co Director Hollaback Jakarta, Anindya Restuviani, menginiasi pembuatan platform sebagai wadah korban untuk menceritakan kasus kekerasan yang mereka alami.

"Dari tahun 2016 kita berdiri sampai sekarang sudah ada lebih dari 600 cerita mengenai kekerasan di ruang publik. Kenapa kita ngomongin ruang publik, karena ruang publik adalah kekerasan yang jarang dibicarakan masyarakat. Orang biasanya ngomongin kekerasan yang levelnya parah seperti perkosaan dan pencabulan," jelas Anindya.

Anindya mencontohkan bentuk kekerasan yang diceritakan di website Hollaback Jakarta berupa pelecehan verbal dan pelecehan fisik. Salah satunya yaitu godaan di jalanan atau yang kerap disebut catcalling.

Kominfo Susun RUU Perlindungan Data Pribadi

Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kominfo Mariam F Barata menjelaskan kementeriannya sedang menyusun RUU Perlindungan Data Pribadi. Menurutnya, pemerintah sudah mempelajari UU Perlindungan Data Pribadi dari beberapa negara, utamanya Eropa dalam penyusunan RUU ini.

"Kebetulan kita mengacu kepada Eropa. Tadi kita tidak mencontoh semua dengan Undang-undang dari Eropa. Kita harus menyesuaikan dengan apa yang terjadi di Indonesia. Kita juga mengacu juga Deklarasi Universal HAM 1948 dan Konvensi Internasional tentang hak sipil," kata Mariam.

Mariam F Barata berharap RUU Perlindungan Data Pribadi dapat segera disahkan menjadi undang-undang sehingga dapat melindungi data pribadi perempuan, sekaligus mencegah perempuan menjadi korban kekerasan berbasis gender online.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI