Suara.com - Cegah Batik Tulis Punah, Ayu Dyah Pasha Minta Generasi Muda Peduli
Tingkat kepedulian generasi muda terhadap pelestarian budaya memang masih terbilang rendah, khususnya dalam hal batik. Kini jumlah pembatik semakin menurun dari tahun ke tahun, dengan umur mereka yang sudah tidak muda lagi.
Jika sebelumnya disoroti para pembatik, artis senior yang kini menggeluti bidang sosial Ayu Dyah Pasha menyoroti kehidupan para pembuat canting, alat penting dalam pembuatan batik tulis. Kata Dyah, para pembuat canting hidup dengan miris dan menderita.
Baca Juga: Riwayat Batik Tulis Solo yang Tak Lekang Dimakan Zaman
"Bagaimana yang buat canting dan capnya, kita blusukan pembuat canting dan cetakan sudah tidak mudah ditemukan, ketika buat canting itu butuh handcraf yang luar biasa," ujar Dyah kepada Suara.com beberapa waktu lalu di Jakarta.
Sekalipun ada anak-anak para pembuat canting yang meneruskan, tidak sebagus dan kualitasnya tidak sama dengan orang tuanya. Mirisnya lagi, saat canting jadi mereka dihargai dengan harga yang murah per canting.
"Itu canting cuma dihargai oleh pembatik satu canting Rp 3.000, bagaimana bisa hidup? bisa lihat bagaiman kehidupannya rumah kaya kandang ayam," ungkap Dyah.
"Anak-anaknya nggak tertarik bikin canting kita ingin dokumentasikan bagaimana canting itu dibuat. Jangan-jangan nanti anak-anak kita nggak tahu cara bikin canting bagaimana," sambungnya.
Seperti diketahui ibarat petani, maka canting seumpama cangkul bagi para pembatik. Kualitas canting yang baik juga akan membuat batik tulis dan ukurannya tampak menakjubkan. Semakin berkualits canting, maka detail ukiran batik yang susah sekalipun akan mudah dibuat.
Baca Juga: Kembang Kempis Industri Batik Tulis di Solo (Bagian l)
"Pembuat cap bilang nggak ada lagi yang bisa bikin batik cap ukurannya dengan sangat detail, kalau ada umurnya sudah tua," tutur Dyah.