Suara.com - Sapi merupakan salah satu hewan yang paling dihormati dalam mitologi Hindu-India.
Bahkan sebab begitu dihormatinya, masyarakat setempat meyakini segala yang berasal dari hewan berkaki empat ini dapat mendatangkan berkah.
Dari injakan hingga kotoran sapi, seperti halnya ritual tahunan yang rutin diadakan di India berikut.
Perang lempar kotoran sapi
Pidakala War, perang lempar kotoran sapi ini rutin diadakan setiap tahun di India.
Saat festival ini berlangsung, ribuan penduduk Desa Kairuppala akan berkumpul dan saling melempar kotoran sapi pada satu dan lainnya.
Sebelum festival dimulai, kotoran sapi akan dikumpukan membentuk beberapa tumpukan besar yang siap dilemparkan.
Perang dimulai, lemparan tak terelakkan, luka pun tak terhindarkan. Meski demikian penduduk setempat meyakini, luka-luka tersebut merupakan berkah dan akan hilang dalam tiga hari.
Pidakala War diadakan sebagai bentuk simbolis yang menandakan perselisihan pernikahan antara Dewi Bhadrakali dengan Dewa Veerabhadraswarmy dalam mitologi Hindu.
Festival yang diyakini membawa kemakmuran dan kesehatan ini merupakan penanda awal tahun baru yang dianut penduduk Desa Kairuppala dan desa-desa sekitar di Kota Kurnool, Negara Bagian Andhra Pradesh.
Tradisi ceburkan anak ke kotoran sapi
Di Desa Betul, Madhya Pradesh, India, kotoran sapi dianggap sebagai aset penting yang dapat menentukan masa depan seorang anak.
Sebab keyakinan tersebut, masyarakat Desa Betul memiliki tradisi menceburkan anak-anak ke kotoran sapi yang telah dijalankan selama berabad-abad. Tradisi tersebut masih menjadi bagian rangkaian perayaan festival lentera terbesar di India, Diwali.
Sehari setelah Diwali dihelat pada tanggal 2 November, para orang tua akan membawa anak-anak mereka menuju tempat kotoran sapi terpadu.
Para penduduk setempat mengumpulkan kotoran yang berasal dari ratusan sapi dalam satu tempat.
Sebelum menceburkan anak mereka ke kotoran sapi, para ibu akan memanjatkan doa.
Para orangtua kemudian menceburkan anak-anak mereka ke kotoran sapi yang telah dihias bunga-bunga pemujaan berwarna jingga.
Anak-anak yang diceburkan biasanya berusia minimal satu tahun. Namun tak jarang pula dari mereka yang menceburkan bayi kecil yang belum genap setahun.
Anak-anak itu diceburkan berkali-kali dan tak diperkenankan menggunakan alas kaki hingga tubuh mereka terbalur begitu banyak kotoran. Betapapun anak-anak tersebut menangis dan meronta.
Mayarakat setempat meyakini kotoran sapi dapat membuat anak mereka menjadi lebih sehat, bugar dan memiliki garis keberuntungan yang baik.
Namun betapapun dipercaya selama berabad-abad dapat memberikan kontribusi yang baik bagi anak, Dr. Mangilal Rathore, dokter umum dari Pooja Hospital di Desa Betul menyebut tradisi ini pada dasarnya tidak baik untuk kesehatan anak.
"Saya tidak mengkritik tradisi ini namun di saat yang bersamaan, saya tidak dapat membenarkan praktiknya. Sebab menceburkan anak-anak ke kotoran sapi dapat sangat berbahaya bagi kesehatan mereka," ujar Dr. Mangilal Rathore seperti dikutip Suara.com dari Mirror.
Menurut Rathore, kotoran sapi sangat berbahaya untuk kesehatan kulit anak, terutama bagi mereka yang memiliki luka menganga.
"Bakteri yang terkandung dalam kotoran sapi dapat membahayakan kulit anak yang sensitif, terutama bagi mereka yang memiliki luka yang terbuka," tegas Dr. Mangilal Rathore.
Bagi masyarakat Hindu, sapi merupakan hewan yang disucikan. Bahkan para pemimpin agama Hindu di India meyakini kotoran dan urin sapi dapat mengobati beragam penyakit.
Ritual diinjak sapi
Rombongan sapi dengan beragam hiasan menginjak-injak sekelompok pria di India.
Hal tersebut bukan sebuah kecelakaan, melainkan ritual yang sengaja diadakan.
Para peserta ritual meyakini sapi sebagai hewan suci dan setiap injakannya akan membawa keberuntungan.
Ritual diinjak sapi ini sekaligus menandakan berakhirnya festival cahaya, Diwali dan bermulanya perayaan Ekadashi.
Saat ritual ini berlangsung, para peserta akan menelungkupkan tubuh dan membiarkan rombongan sapi menginjak-injak kaki hingga kepala mereka.
Betapa pun para peserta memperoleh luka di sekujur tubuhnya, pria-pria itu meyakini kesejahteraan akan menyambangi keluarga mereka.