Hari Batik Nasional, Merayakan Budaya Batik Sebagai Pemersatu Bangsa

Kamis, 03 Oktober 2019 | 16:30 WIB
Hari Batik Nasional, Merayakan Budaya Batik Sebagai Pemersatu Bangsa
Komunitas Perempuan Pelestari Budaya menyelenggarakan Pameran Batik Tulis di Fashion Atrium, Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2019). (Suara.com/Dini Afrianti)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari Batik Nasional, Merayakan Budaya Batik Sebagai Pemersatu Bangsa

Merayaan hari Batik Nasional yang jatuh setiap 2 Oktober, Komunitas Perempuan Pelestari Budaya menyelenggarakan Pameran Batik Tulis di Fashion Atrium, Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2019).

Acara ini cukup unik selain memamerkan batik asli karya tangan tanpa proses mesin atau percetakkan, juga diisi berbagai adat budaya seperti tari Pendet khas Bali dan Jawa. Tidak lupa pengetahuan tentang batik hingga fashion show batik nusantara.

Baca Juga: Bikin Bangga, 4 Desainer Batik Indonesia Sudah Go International

"Kenapa batik, karena seperti Bung Karno katakan batik adalah pemersatu bangsa. Berasal dari Jawa, tapi juga batik memiliki khasnya masing-masing ditiap daerah, sehingga dipersatukan," ujar Diah Ayu Pasha selaku Ketua Umum Ikatan Pecinta Batik Nusantara (IPBN) dalam talkshow di Fashion Atrium, Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2019).

Acara ini sejalan dengan cita-cita komunitas Perempuan Pelestari Budaya yang diketuai Diah Kusumawardhani Wijayanti, khususnya dalam budaya batik. Di mana semakin ke sini kegemaran kaum muda sangatlah rendah sehingga ia khawatir batik akan punah termakan zaman, dan beruntung puncaknya pada 2 Oktober 2009 lalu UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan budaya.

"Jadi kita sedih banget, karena kalau bukan kita yang menginfluence ke anak-anak kita siapa lagi. Karenanya kami membuat komunitas Perempuan Pelestari Budaya," ungkap Diah.

Di satu sisi Satya, selaku pembatik dan pengusaha batik mengatakan salah satu cara agar batik tidak punah yaitu berinovasi. Dalam hal ini misalnya, ia membuat inovasi batik Swiss dengan motif, gambar serta warnanya identik dengan negara dingin itu. Berwarna biru muda selayaknya es, batik milik Satya sangatlah cantik.

Komunitas Perempuan Pelestari Budaya menyelenggarakan Pameran Batik Tulis di Fashion Atrium, Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2019). (Suara.com/Dini Afrianti)
Komunitas Perempuan Pelestari Budaya menyelenggarakan Pameran Batik Tulis di Fashion Atrium, Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2019). (Suara.com/Dini Afrianti)

"Keadaan alamnya yang menawan yang saya tangkap di swiss cukup unik kerena sarana transportasi wisata, kota yang sangat bersejarah, dengan menara jamnya yang jadi ikon itu kota seni, arsitek dan budaya mereka, yang apa yang menjadi gabungan ke semuanya sifat dan karakter orang swiss yang sangat menghargai waktu, makanya tengahnya saya pakai jam," ungkap Satya.

Baca Juga: Oscar Lawalata : Hari Batik Nasional, Masih Banyak Orang Pakai Batik Print

Di sisi lain, Putra Batik Nusantara, Fafa dalam sambutannya lebih menyoroti banyak masyarakat yang salah kaprah terhadap batik, memukul semua batik sama rata, khususnya batik printing. Secara tegas laki-laki berkacamata itu mengingatkan batik tulis bukanlah batik, melainkan hanya sebuah kain.

"Batik tulis itu dibuat bolak balik, kadang malamnya lilin tidak tembus, ada detail kecil yang susah dilakukan dengan cap, ada rapi banget tapi murah itu printing. Kalau printing nyebutnya bukan batik, tapi kain bermotif batik," tegasnya kepada khalayak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI